Klien Tidak (Bisa) Keluar dari Trance?

1 Juli 2014 00:11

Membaca judul di atas mungkin agak “mengerikan” bagi orang awam atau hipnoterapis pemula. Benarkah ada kasus di mana klien tidak bisa keluar daritrance? Jawabannya, “Ada, pernah terjadi, walau sangat jarang.”

Trance atau kondisi hipnosis adalah satu kondisi kesadaran yang dihasilkan melalui proses induksi yang dilakukan oleh terapis. Induksi adalah proses di mana terapis, dengan menggunakan pendekatan atau teknik tertentu, membimbing klien untuk bergeser dari kondisi sadar normal dan masuk ke kondisi rileksasi pikiran yang sangat dalam, bisa diikuti dengan relaksasi fisik namun tidak selalu. Ada banyak lapisan kesadaran trance. Setiap kedalaman punya karakteristik spesifik baik di aspek mental maupun fisik. 

Ada beberapa kondisi atau situasi yang menyebabkan klien tetap bertahan di kondisi trance yang dalam. Berikut ini adalah beberapa kemungkinan yang bisa terjadi berdasar temuan kami. Ini bisa terjadi saat hipnotis sedang melakukan pertunjukan hiburan atau di ruang praktik saat terapis melakukan terapi. Pada uraian di bawah ini kata “terapis” yang saya gunakan juga berlaku bagi hipnotis.

Klien Tertidur

Pada beberapa klien yang sangat sugestif, biasa disebut somnambulis, atau yang kebetulan mengalami kelelahan fisik, induksi akan membawa mereka turun dengan sangat cepat ke dalam kondisi trance yang sangat dalam. Seringkali, karena terlalu dalam, klien secara alamiah masuk ke kondisi tidur. Dalam kondisi ini klien tidak bisa mendengar suara terapis. Saat terapis membimbing klien untuk naik atau keluar dari trance klien tidak bisa keluar.

Yang perlu terapis lakukan adalah memastikan apakah klien berada di kedalaman trance ekstrim (sangat dalam) ataukah tertidur. Bila klien tertidur maka perlu dibangunkan dengan berbicara agak keras dan menepuk pundak klien.

Klien Masuk Terlalu Dalam

Trance yang (sangat) dalam adalah kondisi yang begitu rileks, baik secara mental dan umumnya juga disertai relaksasi fisik yang sangat dalam. Terapis yang tidak berpengalaman biasanya mengalami kesulitan membimbing keluar klien yang berada di kedalaman trance ekstrim.

Aturan yang lazim berlaku untuk membimbing klien keluar dari trance, semakin dalam trance semakin lambat hitungan naiknya. Terapis yang tidak menyadari hal ini biasanya akan menghitung naik dengan kecepatan standar dan mengakibatkan klien “tersangkut” di kedalaman trance tertentu.

Bila klien dipaksa atau memaksakan diri buka mata padahal ia belum sepenuhnya keluar dari trance biasanya ia akan merasa agak melayang, bisa juga pusing, pandangan berputar, atau mual. Secara teknis ini disebut denganhypnotic hangover.

Untuk itu terapis perlu menghipnosis klien sekali lagi, membawa klien ke kedalaman seperti sebelumnya, setelah itu terapis membimbing klien keluar daritrance dengan menggunakan teknik terminasi yang lebih lambat.

Klien Terperangkap dalam Abreaksi 

Dalam beberapa kasus pernah terjadi klien mengalami abreaksi hebat dan terapis tidak tahu cara menangani dengan benar sehingga klien “terperangkap” di dalam abreaksi. Akibatnya klien tidak bisa keluar dari kondisi trance. Abreaksi adalah salah satu kondisi trance yang dalam.

Untuk klien yang secara mental dan fisik kuat, abreaksi biasanya akan surut dengan sendirinya. Setelahnya klien bisa keluar dari trance. Untuk klien yang lemah pada aspek fisik dan terutama mental, abreaksi berlebih yang tidak ditangani dengan baik mengakibatkan kondisi klien menjadi semakin lemah sehingga tidak lagi punya energi, baik fisik maupun psikis, untuk menjalankan bimbingan terapis.

Klien Lelah Secara Fisik dan Mental

Kondisi ini mirip dengan yang dijelaskan di atas namun agak berbeda. Ada klien yang datang ke terapis dengan keluhan insomnia dan sering mual. Ternyata, dalam proses wawancara, klien tidak menjelaskan pada terapis bahwa ia tidak bisa tidur selama sepuluh hari menjelang jumpa terapis. Yang klien sampaikan hanya insomnia. Dan klien juga tidak menjelaskan bahwa sudah sepuluh hari ia sulit makan. Setiap kali makan yang terjadi adalah ia langsung mual dan muntah. Kondisi ini mengakibatkan klien secara fisik dan mental cukup lelah dan lemah.

Proses terapi berjalan sangat lancar. Klien mampu mengikuti bimbingan terapis dengan baik hingga akhir sesi terapi. Namun sesuatu yang tidak lazim terjadi di akhir sesi. Saat terapis membimbing klien keluar trance, klien bisa keluar. Beberapa saat kemudian klien kembali masuk trance dan sulit diajak komunikasi. Demikian seterusnya.

Ternyata setelah diselidiki lebih jauh klien mengalami dehidrasi dan tubuhnya kekurangan elektrolit sehingga memengaruhi kesadaran atau kognisinya. Mengetahui hal ini terapis menyarankan keluarganya untuk membawa klien ke rumah sakit untuk mendapat penanganan dokter. Setelah istirahat beberapa hari di rumah sakit kondisi klien pulih seperti sediakala.

 

Intonasi Suara Terapis Tidak Konsisten

Saat dalam kondisi trance dan mata tertutup, klien hanya mengandalkan pendengarannya sebagai media komunikasi dengan terapis. Pikiran bawah sadar klien mendengar tidak hanya kata-kata yang digunakan oleh terapis dan juga terutama intonasi atau tekanan suara.

Saat akan membimbing klien keluar dari trance terapis harus menggunakan intonasi yang sesuai. Walau kata-kata yang digunakan bertujuan membawa klien keluar namun bila intonasi suaranya tidak sejalan atau tetap lembut maka pikiran bawah sadar klien akan mengartikan ini sebagai perintah untuk masuk ke kondisi trance yang semakin dalam. Akibatnya, terminasi tidak bisa bekerja sempurna dan klien tetap trance.

Klien Tidak Bisa Keluar Trance Akibat Sugesti

Ada klien yang tidak bisa keluar dari trance karena mendengar suara terapis. Ada terapis yang memberi sugesti semakin klien mendengar suaranya maka klien menjadi semakin rileks. Tujuannya baik yaitu untuk mempertahankan klien dalam kondisi trance yang dalam. Namun tanpa disadari, sugesti ini juga berlaku saat terapis membimbing klien keluar dari trance sehingga saat dibimbing keluar klien tetap bertahan di kondisi trance yang dalam.

Hypnotic Rapport Terputus

Rapport yang terjalin antara terapis dan klien sangat penting dalam komunikasi. Bisa terjadi, karena hal tertentu yang diucapkan oleh terapis, rapport ini terputus sehingga pikiran bawah sadar klien tidak lagi bersedia berkomunikasi atau menjalankan bimbingan terapis, termasuk bimbingan untuk keluar dari trance. Bila ini terjadi, terapis perlu segera kembali menjalin rapport dengan klien.

Terapis Tidak Konsisten Dalam Menghitung

Konsistensi dalam menghitung perlu diperhatikan terapis. Misal, saat deepeningterapis menggunakan hitungan 1 turun ke 10. Saat awakening atau membawa klien keluar trance seharusnya dibalik menjadi naik dari 10 ke 1. Bila terapis tetap menggunakan hitungan 1 ke 10 klien bukannya naik malah akan semakin turun. Memang tidak banyak kejadian seperti ini. Namun ini pernah terjadi.

Klien Memutuskan Tidak Keluar dari Trance

Ini adalah kondisi yang akan cukup menyulitkan terapis bila terjadi. Klien tidak bisa keluar trance bukan karena terapis tidak mampu melakukan terminasitrance namun karena klien memutuskan untuk tidak keluar. Bila ini terjadi, terapis yang tidak berpengalaman biasanya akan panik. Saat terapis panik, apalagi bila ada orang lain ikut campur dalam upaya membawa klien keluartrance, akan mengakibatkan rapport terputus dan klien semakin tidak mau keluar. Terapis telah kehilangan otoritasnya. Dalam beberapa kasus yang pernah terjadi, karena terapis tidak mampu membawa klien keluar dari trance, akhirnya klien dibawa ke rumah sakit.

Untuk bisa membawa klien seperti ini keluar dari trance membutuhkan teknik khusus. Ada klien yang “tersangkut” dalam kondisi trance selama beberapa jam. Dan ada juga yang sampai beberapa hari tetap tidak mau keluar.

Ada beberapa alasan klien tidak mau keluar dari trance. Pertama, klien merasa begitu nyaman saat berada dalam kondisi trance yang dalam, pikirannya tenang, ia merasa damai, dan tubuhnya sangat rileks. Klien belum pernah merasakan kondisi yang sedemikian nikmatnya sehingga ia ingin terus berada dalam kondisi ini. Apapun yang terapis lakukan tidak akan bisa membuat klien keluar trance. Klien tipe ini biasanya sedang mengalami banyak tekanan dalam hidupnya dan kondisi trance adalah kesempatan ia untuk lepas dari tekanan ini.

Kedua, klien ingin mendapat perhatian dari terapis yang dipandang sebagai figur otoritas. Dengan klien tidak keluar dari trance tentu terapis perlu memberi perhatian dan berupaya membimbing klien keluar. Dalam hal ini klien akan sangat menikmati perhatian ekstra yang diberikan oleh terapis. Bila terapis tidak memberi perhatian, klien bisa marah, memutuskan untuk terus berada dalamtrance, dan menikmati perhatian yang ia dapatkan dari orang-orang di sekitarnya yang mungkin panik atau cemas dengan kondisinya.

 

 

_PRINT   _SENDTOFRIEND

Upcoming Events
Counter
Online9
Hari ini486
Sepanjang masa34.480.121
1 Facebook
2 Youtube
3 Instagram
4 Quantum Morphic Field Relaxation
5 Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia
6 The Heart Technique