Sertifikasi vs Kompetensi

Seorang kawan bertanya kepada saya, “Pak, pelatihan Quantum Hypnosis Indonesia 100 jam sertifikasi hipnoterapis profesional yang Bapak selenggarakan ini berafiliasi ke organisasi mana? Apakah sertifikasi Quantum Hypnosis Indonesia (QHI) mendapat pengakuan dari organisasi hipnosis atau hipnoterapi di luar negeri seperti National Guild of Hypnotists (NGH)?” 

Sebelum saya melanjutkan cerita saya, bagi anda pembaca yang awam terhadap dunia hipnosis/hipnoterapi, saya ingin menjelaskan bahwa selain NGH, masih ada banyak lagi organisasi yang “mengurusi” hipnosis/hipnoterapi atau yang berhubungan dengan konseling dan terapi. Beberapa nama besar antara lain The International Medical & Dentistry Hypnotherapy Association (IMDHA), The American Board of Hypnotherapy (ABH),  International Association of Clinical Hypnotists (IACH), American Alliance of Hypnotists (AAH), International Association of Counselors and Therapists (IACT), National Association of Transpersonal Hypnotherapists (NATH), dan Associaton of Professional Hypnotists and Psychotherapists (APHP) di Inggris. 

Nah, kembali ke pertanyaan kawan saya ini, “Apakah sertifikasi QHI mendapat pengakuan dari organisasi hipnosis atau hipnoterapi di luar negeri seperti National Guild of Hypnotists (NGH)?”Sebelum saya memutuskan untuk menyelenggarakan pelatihan hipnoterapi 100 jam (tatap muka di kelas) saya memang sempat melakukan browsing ke berbagai situs organisasi yang saya sebutkan di atas dan juga berbagai situs lembaga hipnoterapi di Indonesia.

Saya memang sempat mempertimbangkan untuk bisa mendapat pengakuan atau berafiliasi ke lembaga luar negeri.  Namun setelah melalui pertimbangan mendalam saya akhirnya memutuskan untuk tidak berafiliasi ke lembaga manapun. Saya memutuskan untuk menetapkan standar sendiri melalui QHI.

Beberapa waktu lalu beberapa orang praktisi, trainer, pakar, dan pemerhati hipnosis/hipnoterapi memang ingin menetapkan suatu standar hipnosis/hipnoterapi Indonesia. Namun karena keterbatasan waktu dan kesibukan masing-masing akhirnya kita belum bisa bertemu muka.

Nah, saya berpikir ada baiknya saya menyusun modul dulu dan setelah itu jika kita jadi bertemu kita bisa saling bertukar pikiran, memberikan masukan, dan bersama-sama menetapkan standar baku. Saya yakin dalam waktu dekat hal ini pasti akan bisa kita lakukan bersama.

Berbekal semangat ini selanjutnya saya menyusun modul pelatihan 100 jam. Jujur, tidak mudah bagi saya untuk bisa menyusun modul ini. Pertama, saya mempelajari berbagai modul pelatihan hipnoterapi yang diselenggarakan lembaga hipnoterapi di Indonesia. Saya sempat belajar kepada salah satu pakar hipnoterapi Indonesia. Dari beliaulah wawasan saya mengenai dunia hipnosis dan hipnoterapi terbuka lebar. Selanjutnya dengan bekal wawasan ini saya kemudian memperdalam lagi dengan menghadiri seminar atau pelatihan lain yang mendukung pengembangan pengetahuan saya.

Materi-materi ini selain saya dapatkan karena saya menghadiri sendiri pelatihannya, saya juga mendapat bantuan dari rekan-rekan yang telah mengikuti pelatihan yang belum saya ikuti. Mereka meminjamkan modul pelatihan mereka untuk saya pelajari.  

Selanjutnya saya banyak bertanya kepada rekan-rekan sesama hipnoterapis mengenai lama pelatihan, kurikulum, apa yang dilakukan di kelas, berapa jumlah peserta, dan masih banyak hal lainnya.  Dari rekan-rekan ini saya mendapat sangat banyak masukan berharga, baik itu kelebihan dan kekurangan yang selama ini terjadi, dan bagaimana meningkatkan pelatihan itu agar menjadi semakin efektif dan efisien. 

Berbekal informasi ini saya selanjutnya mempelajari berbagai modul pelatihan yang diselenggarakan lembaga hipnoterapi terkemuka di Amerika, yang tentunya kurikulumnya sesuai standar NGH. Saya juga membeli sangat banyak video atau DVD hipnoterapi, mulai dari basic hingga advanced, dan menggabungkan informasi dan pengetahuan ini dengan yang saya dapatkan dari membaca banyak buku mengenai hipnosis dan hipnoterapi, berbagai jurnal internasional mengenai hipnosis dan hipnoterapi seperti American Journal of Clinical Hypnosis (AJCH) dan International Journal of Clinical and Experimental Hypnosis (IJCEH)  plus pengalaman praktik membantu sangat banyak klien.  

Pertanyaannya sekarang adalah mengapa saya berani memutuskan untuk “jalan” sendiri? Pemikiran saya sangat sederhana tapi logis, “Apakah sertifikasi yang mengatas-namakan lembaga luar negeri menjamin bahwa alumnus pelatihan pasti kompeten melakukan hipnoterapi?” Jawabannya, “Belum tentu”.  Mengapa saya mengajukan pertanyaan di atas?  Karena saya menemukan banyak rekan yang telah mengikuti pelatihan dan, katanya, telah mendapat sertifikasi NGH ternyata tidak bisa atau tidak berani melakukan hipnoterapi.

Saya juga bertemu dengan banyak klien dan pembaca buku, yang mengirimi saya email, dan bertanya mengapa setelah menjalani 7 sesi hipnoterapi masih juga belum sembuh.Namun ada juga banyak rekan saya, sesama hipnoterapis, yang walaupun hanya mengikuti pelatihan singkat yang diselenggarakan lembaga hipnoterapi dalam negeri namun mampu melakukan terapi dengan efektif dan efisien. Nah,kepada teman-teman inilah saya belajar dan berguru juga. Jujur, pada awalnya, saya bingung melihat fenomena ini. Namun setelah saya gali lebih jauh akhirnya saya menemukan benang merah yang selama ini tidak diperhatikan atau diajarkan di pelatihan.  

Kemudian, pertanyaan berikutnya adalah, “Bagaimana bila kita mengikuti pelatihan hipnoterapi di luar negeri?” Ini satu pertanyaan bagus. Menurut hemat saya, untuk mempelajari hipnoterapi di luar negeri ada beberapa kendala. Pertama faktor biaya. Pelatihan yang dilakukan oleh salah satu cabang lembaga terkemuka di Amerika, yang pelatihannya diselenggarakan di Singapore selama 10 hari, karena mengikuti standar 100 jam, harganya sangat mahal. Ini belum termasuk tiket pesawat, hotel, dan makan. Faktor kedua, masalah bahasa.

Untuk mempelajari hipnoterapi di luar negeri dibutuhkan kemampuan bahasa Indonesia dan Inggris yang sangat baik.Mengapa? Karena kita harus mampu meng-Indonesia-kan berbagai semantik yang digunakan dalam dunia hipnoterapi. Semantik ini sangat penting karena jika kita salah memilih atau menggunakannya maka efeknya akan berbeda. Melalui Quantum Hypnosis Indonesia (QHI) saya memutuskan untuk menyelenggarakan pelatihan hipnoterapi 100 jam untuk bisa membantu mendidik hipnoterapi andal. Selain itu, kurikulum dan standar pelatihan yang digunakan saya harapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan hipnosis dan hipnoterapi di Indonesia.

Satu hal yang membedakan pelatihan QHI dan beberapa pelatihan yang pernah saya ikuti di dalam negeri yaitu di QHI kami memberikan contoh praktik terapi di dalam kelas, live therapy, dengan kasus riil, mulai dari yang ringan, seperti phobia, sampai kasus yang berat seperti luka batin, konflik diri, menemukan berbagai mental block penghambat sukses, dan bahkan kecemasan yang sangat tinggi. 

Melalui contoh live therapy ini peserta dapat melihat dinamika yang terjadi saat berhadapan langsung dengan klien, bagaimana menggunakan pengetahuan dan berbagai teknik terapi yang telah diajarkan, dan bagaimana menggunakan kreativitas untuk membantu klien mengatasi masalah.  

Saat ini di Indonesia terdapat dua “aliran” lembaga hipnoterapi. Pertama, lembaga yang sangat “mengutamakan” nama besar lembaga luar negeri. Jadi, sertifikasi yang mereka berikan selalu mencantumkan logo lembaga luar negeri yang menjadi afiliasi mereka. Lembaga tipe ini terkesan lebih mengutamakan sertifikasi.  

Kedua, lembaga yang tidak terlalu memusingkan nama besar lembaga luar negeri tapi benar-benar beroperasi berdasarkan standar kompetensi yang tinggi. Lembaga ini hanya mengutamakan satu hal yaitu alumnus pelatihannya kompeten melakukan terapi secara benar, efektif, efisien, dan dengan hasil yang permanen.   

Bagaimana dengan pelatihan yang hanya 1 hari atau 2 hari yang banyak diselenggarakan oleh lembaga hipnoterapi Indonesia? Jika pelatihan 1 atau 2 hari ini bertujuan untuk mengajarkan dasar-dasar hipnoterapi maka ini sangat baik. Untuk belajar basic-nya memang cukup 1 atau 2 hari saja. Namun bila ada lembaga yang mengatakan bahwa hipnoterapi hanya bisa dipelajari dalam 1 hari saja maka saya meragukan kemampuan alumnusnya. Apalagi bila hanya dengan pelatihan selama 1 atau 2 hari pesertanya langsung mendapat sertifikasi, yang kalau perlu mencantumkan nama lembaga luar negeri, dan mendapat gelar sebagai Certified Hypnotherapist atau C.Ht.  

Yang kita harus hati-hati adalah apakah hipnoterapis ini mampu melakukan terapi dengan benar hanya dengan pelatihan selama 1 atau 2 hari saja? Sertifikasi ini apakah sertifikasi mengenai kehadiran di pelatihan atau sertifikasi kompetensi seseorang? Saya bahkan pernah membaca iklan di salah satu surat kabar lokal mengenai “Hipnoterapi Super Kilat 1 Hari”. 

Sebenarnya saya juga ingin menghadiri pelatihan ini namun tidak bisa karena berbenturan dengan kegiatan saya. Jika hipnoterapi benar-benar bisa diajarkan hanya dalam 1 hari maka saya akan sangat senang belajar pada pakar ini. Pasti akan ada sangat banyak short cut atau jalan pintas yang bisa saya pelajari. 

Saran saya, jika anda mencari trainer pelatihan hipnoterapi maka carilah lembaga yang benar-benar mengajar dengan standar yang tinggi.

Nah, kembali ke pembahasan artikel ini, “Mana yang lebih penting sertifikasi ataukah kompetensi?” 

Jawabannya kalau bisa ya dua-dua. Tapi kalau terpaksa harus memilih salah satu maka pilihannya adalah sudah tentu “Kompetensi”.



Dipublikasikan di https://www.adiwgunawan.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=31 pada tanggal 21 Juli 2010