Hipnoterapi adalah terapi, menggunakan teknik atau metode apa saja, dilakukan di dalam kondisi hipnosis, untuk mencapai tujuan terapeutik spesifik. Hipnosis adalah kondisi kesadaran bercirikan pikiran sadar rileks, fungsi kritis analitis pikiran sadar menurun, disertai meningkatnya fokus dan konsentrasi, sehingga individu menjadi sangat responsif terhadap pesan atau informasi yang diberikan kepada pikiran bawah sadar (Gunawan, 2017).
Hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan dalam kondisi hipnosis untuk menangani masalah medis atau psikologis. Dan hipnosis adalah kondisi kesadaran melibatkan perhatian terfokus dan berkurangnya kesadaran periferal yang bercirikan peningkatan kapasitas respons terhadap sugesti. Kedua definisi ini ditetapkan American Psychological Association (APA) Divisi 30 di tahun 2014 (Elkins dkk, 2015, p.6-7).
Seturut definisi di atas, kondisi hipnosis adalah syarat mutlak untuk melakukan hipnoterapi. Tanpa kondisi hipnosis, terapi yang dilakukan tidak dapat dikategorikan sebagai hipnoterapi.
Hipnosis bukan sekadar keadaan relaksasi biasa tetapi kondisi unik yang mengubah kesadaran dan fungsi kognitif (Gruzelier, 2000). Melalui induksi hipnosis, individu dapat mengalami penembusan faktor kritis pikiran sadar mereka, yang memungkinkan terjadinya pemikiran selektif dan peningkatan respons terhadap sugesti (Phipps, 2023).
Kondisi kesadaran yang berubah dalam hipnosis ini berinteraksi dengan berbagai aspek pikiran, termasuk proses metakognitif dan persepsi tindakan yang disengaja (Kihlstrom, 1998). Hipnosis sering kali melibatkan penangguhan pemikiran kritis, sehingga pikiran bawah sadar menjadi lebih terbuka terhadap intervensi dan sugesti terapeutik (Butler dkk., 2008).
Studi menggunakan teknik neuroimaging seperti pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) dan elektroensefalografi (EEG) telah menjelaskan mekanisme saraf yang mendasari hipnosis dan variasi dalam sugestibilitas hipnotik (Pascalis, 2024). Perubahan konektivitas fungsional dalam jaringan otak berskala besar selama hipnosis menawarkan wawasan tentang kontrol kognitif, disosiasi, dan kesadaran diri (Bralić, 2023).
Penelitian telah menunjukkan bahwa hipnosis melibatkan penghentian selektif fungsi eksekutif di lobus frontal, yang memungkinkan akses ke ingatan masa lalu dan pengalaman emosional (Gruzelier, 2006). Sementara tingkat hipnotisabilitas yang berbeda telah dikaitkan dengan karakteristik otak dan domain kognitif tertentu, bahkan dalam keadaan sadar normal (Pascalis & Santarcangelo, 2020).
Faktor Kritis Pikiran Sadar
"Faktor kritis" dalam hipnosis adalah konsep yang merujuk pada bagian dari pikiran sadar yang bertanggung jawab untuk mengevaluasi, menyaring, dan sering kali menolak informasi yang tidak sejalan dengan keyakinan dan persepsi seseorang. Ia bertindak sebagai penjaga gerbang mental, memastikan bahwa hanya informasi yang konsisten dengan pemahaman seseorang tentang realitas yang diterima ke dalam pikiran bawah sadar (Hammond, 1990).
Faktor kritis bertanggung jawab untuk mengevaluasi dan menyaring informasi, menentukan apa yang harus diterima sebagai sesuatu yang benar atau kredibel sebelum informasi tersebut diizinkan untuk mempengaruhi pikiran bawah sadar. Faktor kritis berfungsi sebagai mekanisme perlindungan, memastikan bahwa hanya ide, keyakinan, atau saran yang sesuai dengan nilai, pengetahuan, dan keyakinan seseorang yang diterima (Gunawan, 2018.)
Dalam konteks hipnoterapi, tujuan utama induksi adalah untuk menembus atau merelaksasi sementara faktor kritis pikiran sadar, sehingga memungkinkan sugesti atau informasi lebih mudah diterima oleh PBS.
Proses ini penting karena saat individu berada dalam kondisi hipnosis, ia menjadi lebih terbuka terhadap sugesti atau informasi yang dapat menghasilkan perubahan terapeutik atau modifikasi perilaku (Elman, 1964).
Selama sesi hipnosis, keaktifan dan kekuatan faktor kritis dapat sangat dikurangi melalui teknik seperti relaksasi mendalam, perhatian terfokus, dan penggunaan pola bahasa tertentu yang memfasilitasi penerimaan sugesti tanpa pemeriksaan yang biasa dilakukan secara sadar (Heap, 2012).
Memahami peran faktor kritis dalam hipnosis sangat penting bagi para praktisi, karena hal ini memberikan wawasan tentang bagaimana pikiran memproses sugesti dan bagaimana hasil terapi dapat dicapai. Kemampuan untuk menembus faktor kritis memungkinkan akses yang lebih dalam ke pikiran bawah sadar, di mana pola dan keyakinan yang sudah tertanam dapat dimodifikasi secara lebih efektif (Kirsch, 1996).
Cara Menembus atau Merilekskan Faktor Kritis
Keaktifan dan kekuatan faktor kritis dalam menjaga gerbang mental dapat menurun atau berhenti untuk sementara waktu lewat beberapa situasi, kondisi, atau cara.
Pertama, pudarnya keaktifan dan kekuatan faktor kritis terjadi secara alamiah, yaitu saat individu dalam kondisi bahaya, mengalami pendarahan, guncangan hebat, ketakutan hebat, kehilangan kesadaran, kelaparan, kelelahan, emosi intens, terluka, motivasi atau pengharapan yang tinggi, disorientasi waktu dan ruang, kehilangan sangat besar yang bersifat pribadi, deprivasi sensori, deprivasi makanan, deprivasi oksigen, stimulasi sensori repetitif, message overload, bertemu figur otoritas, saat menjelang atau baru bangun tidur.
Kedua, penurunan aktivitas dan kekuatan faktor kritis disebabkan oleh pengaruh zat kimia atau obat-obatan yang mengakibatkan individu mengalami penurunan kesadaran atau halusinasi.
Ketiga, penurunan aktivitas dan kekuatan faktor kritis terjadi melalui proses yang dilakukan secara sengaja, terstruktur, dan sistematis, baik oleh individu itu sendiri atau oleh orang lain.
Dalam konteks hipnoterapi, upaya sadar dan sengaja untuk menembus atau merilekskan faktor kritis, agar individu mengalami kondisi hipnosis, disebut induksi.
Jenis dan Teknik Induksi
Terdapat sangat banyak teknik induksi yang digunakan untuk menembus atau merilekskan faktor kritis, berakibat klien berpindah dari kondisi kesadaran normal ke kondisi hipnosis.
Walau terdapat sangat banyak teknik induksi, bisa berjumlah ratusan, semua varian ini berasal dari enam teknik dasar berikut: Eye Fixation (Fiksasi Mata), Relaxation or Fatique of Nervous System (Relaksasi atau Kelelahan Sistem Saraf), Mental Confusion (Membingungkan Pikiran), Mental Misdirection (Menyesatkan pikiran), Loss of Equilibrium (Kehilangan keseimbangan), dan Shock to Nervous System (Kejutan Pada Sistem Saraf).
Semua teknik induksi ini dapat dikategorikan menjadi empat kelompok: Progressive Relaxation (membutuhkan waktu antara 30 – 45 menit), Rapid Induction (sekitar 4 menit), Instant Induction (beberapa detik), dan Emotionally Induced Induction (induksi karena emosi yang dialami klien).
Dalam praktiknya, induksi dengan teknik apa pun, selalu dilakukan dengan menggunakan salah satu dari dua pendekatan: tegas (paternal) dan lembut / permisif (maternal).
Kedalaman Hipnosis
Kondisi hipnosis terbagi dalam berbagai jenjang kedalaman: hipnoidal (sangat dangkal), dangkal, menengah, dalam, sangat dalam, dan ekstrem. Setiap jenjang kedalaman ini memiliki karakteristik dan fenomena spesifik, baik secara fisik maupun mental.
Induksi hipnosis mempengaruhi kondisi kesadaran klien, membawa mereka dari kondisi kesadaran normal menuju kondisi hipnosis. Namun, induksi ini harus disertai dengan proses pendalaman yang efektif dan pengujian kedalaman yang presisi untuk memastikan bahwa klien telah mencapai kedalaman yang diperlukan guna melakukan intervensi secara optimal.
Hipnoterapi tidak akan efektif jika klien masih berada dalam kondisi hipnosis yang sangat dangkal, dangkal, atau menengah. Kedalaman yang harus dicapai klien untuk intervensi yang optimal adalah kondisi hipnosis dalam atau sangat dalam.
Jika klien tidak berada dalam kondisi hipnosis dalam atau sangat dalam, faktor kritis dari pikiran sadarnya akan tetap sangat aktif. Kondisi ini menghalangi sugesti, informasi, atau data yang diberikan untuk dapat diterima dan dijalankan sepenuhnya oleh pikiran bawah sadar.
Kesalahan umum yang dilakukan oleh hipnoterapis adalah hanya melakukan induksi tanpa memastikan kedalaman hipnosis yang dicapai klien. Ketidakmampuan dalam menguji dan memastikan kedalaman ini seringkali mengakibatkan terapi menjadi tidak efektif dan perlu diulang berkali-kali.
Dalam hipnoterapi yang mengandalkan sugesti verbal, intervensi akan jauh lebih efektif jika klien berada pada kedalaman hipnosis yang sangat dalam atau ekstrem. Jika klien hanya berada pada kedalaman dangkal atau menengah, faktor kritis yang masih aktif dan kuat, cenderung menolak sugesti yang diberikan oleh terapis.
Sementara itu, dalam hipnoterapi yang menggunakan teknik-teknik kompleks seperti hipnoanalisis, regresi, progresi, abreaksi, pemrosesan emosi, resolusi trauma, dan teknik-teknik lanjutan lainnya, optimalisasi terapi hanya dapat dicapai jika klien berada dalam kondisi hipnosis yang dalam atau sangat dalam, khususnya untuk aktivasi trance-logic dan pengalaman revivifikasi parsial.
Dipublikasikan di https://www.adiwgunawan.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=413 pada tanggal 31 Agustus 2024