The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA
Sangat sering kita mendengar orang berkata, "Saya sebenarnya tidak mau melakukan hal ini. Namun apa daya, setan terus menggoda, mendorong, dan membisikkan saya. Akhirnya saya tidak sadar melakukan perbuatan ini."
Bila kita hanya mendengar pernyataan ini secara apa adanya, seolah-olah benar bahwa orang tersebut didorong oleh makhluk halus—yang disebut sebagai setan—hingga ia terjerumus dalam perbuatan yang tidak baik. Benarkah demikian?
Tulisan ini bertujuan menjelaskan cara kerja "setan" berdasarkan perspektif hipnoterapi klinis. Harapannya, setelah Anda membaca tulisan ini, Anda memahami apa yang sesungguhnya terjadi di dalam diri dan mengerti cara mengalahkan "setan" yang selama ini menggoda dan mendorong orang untuk berbuat tidak baik.
Dua Pikiran
Manusia memiliki dua pikiran: Pikiran Sadar (PS) dan Pikiran Bawah Sadar (PBS). Saat terjadi pembuahan, PBS aktif dan akan terus aktif hingga individu meninggal. PS baru aktif saat individu berusia kurang lebih tiga tahun, dan akan terus menguat seiring bertambahnya usia, pengetahuan, dan pelatihan dalam menggunakan pikiran secara efektif. Dari usia nol hingga tiga tahun, anak sepenuhnya berada dalam kondisi hipnosis dan beroperasi menggunakan PBS-nya.
Kekuatan dan pengaruh PS terhadap individu berkisar antara 1–5%, sementara PBS 95–99%. Dengan demikian, bila terjadi konflik antara PS dan PBS, apa pun situasi dan kondisinya, yang selalu menang adalah PBS.
Fungsi utama pikiran sadar adalah menyaring dan memproses informasi yang masuk secara sadar, berpikir logis dan rasional, serta membuat keputusan berdasarkan informasi tersebut. Selain itu, pikiran sadar mengendalikan fokus secara sadar, berperan dalam membuat pilihan, menetapkan tujuan, dan merencanakan tindakan.
Fungsi PBS, antara lain, adalah sebagai tempat penyimpanan informasi, seperti hard disk (HD) komputer. Untuk mudahnya, kita asumsikan, saat anak lahir, HD-nya dalam kondisi kosong, belum berisi data apa pun.
HD ini diisi data melalui proses tumbuh kembang dan interaksi anak dengan lingkungannya, terutama dengan pengasuh utamanya, saat ia masih kecil. Saat anak masih kecil, usia nol hingga tujuh tahun, data diisikan oleh lingkungan melalui apa yang dikatakan padanya, apa yang ia lihat, dengar, alami, dan rasakan. Di atas usia tujuh tahun, HD diisi terutama melalui proses pengulangan atau repetisi.
Fungsi lain PBS adalah memproteksi individu dari hal-hal yang ia—PBS—rasakan, yakini, pikirkan, atau asumsikan berbahaya atau berdampak negatif bagi keselamatan, keamanan, dan kesejahteraan individu di berbagai aspek kehidupan.
Sejalan dengan fungsi proteksi, PBS bekerja berdasarkan prinsip mengejar kesenangan (pleasure) dan menghindari penderitaan (pain): apa pun yang dirasa menyenangkan akan digenggam dan diulang, sedangkan apa pun yang dirasa menyakitkan akan dihindari atau bila perlu dihilangkan. Semua ini bertujuan demi "kebaikan" individu. Penilaian atas apa yang menyenangkan atau menyakitkan, baik atau tidak baik, sepenuhnya berdasar persepsi PBS. Ia tidak beroperasi berdasarkan logika, melainkan berdasarkan asosiasi emosi, pengalaman masa lalu, dan pengulangan.
Kekuatan dorongan untuk mengulang dan mengalami kembali hal yang menyenangkan atau menghindari hal yang menyakitkan berbanding lurus dengan akumulasi dan intensitas emosi yang melekat pada memori. Semakin intens emosinya, semakin kuat daya dorongnya, semakin kuat cengkeraman PBS terhadap individu.
Selama individu tidak menyadari bahwa dorongan kuat yang muncul dalam dirinya berasal dari memori masa lalu dan emosi akumulatif di PBS, ia akan terus hidup dalam siklus pengulangan. Ia mungkin mencoba mengontrol perilaku secara sadar, namun gagal karena yang ia lawan bukan godaan eksternal, melainkan program internal yang telah tertanam kuat. Kesadaran akan mekanisme ini adalah langkah awal menuju kebebasan sejati.
Data Menyenangkan dan Menyakitkan
Dalam proses tumbuh kembang, individu mengalami banyak kejadian. Ada yang menyenangkan, dan tentu ada pula yang menyakitkan. Kejadian yang dimaknai sebagai menyenangkan tersimpan di memori PBS dan dilekati emosi positif. Sementara kejadian yang tidak menyenangkan atau menyakitkan tersimpan di memori PBS dan dilekati emosi negatif.
Bila individu mengalami kejadian yang sama atau serupa, maka memori-memori sejenis tersimpan di memori PBS dalam satu kelompok, dan emosi dari masing-masing memori akan bergabung membentuk intensitas emosi akumulatif.
Berdasarkan emosi akumulatif inilah PBS akan mengarahkan individu: mengulang hal yang menyenangkan atau menghindari hal yang menyakitkan.
Semakin hal yang menyenangkan diulang, semakin intens emosi akumulatif, semakin kuat dorongan untuk hal yang sama atau serupa. Sementara untuk hal yang menyakitkan, PBS akan mendorong individu untuk sebisa mungkin menghindari atau bila perlu melenyapkannya.
Lima Jalur Komunikasi PBS
PBS menggunakan lima jalur untuk berkomunikasi dengan pikiran sadar (individu). Pertama, ia menggunakan perasaan atau emosi. Saat individu merasakan emosi tertentu, pada saat itu sejatinya PBS sedang mengirim pesan spesifik yang perlu dipahami.
Kedua, PBS berkomunikasi menggunakan sensasi fisik. Sering terjadi, individu tidak merasakan emosi namun ia merasakan sensasi fisik tertentu seperti perasaan nyaman di dada, badan terasa ringan, napas lega, leher terasa kaku, kepala terasa berat, atau punggung kaku.
Ketiga, PBS berkomunikasi dengan mengirim pesan melalui suara yang terdengar di dalam pikiran. Orang sering menyebutnya dengan suara hati (inner talk, self-talk). Suara ini bisa satu, dua, atau banyak.
Keempat, PBS berkomunikasi lewat mimpi. Mimpi yang dimaksud adalah mimpi berulang dengan tema yang sama. Mimpi sejatinya adalah bahasa simbolik dari PBS, di mana pesan-pesan kompleks disampaikan melalui media berupa gambar, cerita, dan simbol.
Kelima, PBS berkomunikasi lewat intuisi, yaitu kemampuan memahami sesuatu secara langsung tanpa melalui proses pemikiran logis.
Ada Banyak Bagian Diri
Manusia bukan entitas tunggal. Di dalam diri kita terdapat lebih dari satu Bagian Diri yang disebut Ego Personality (EP). Terdapat 15 (lima belas) jenis EP sesuai dengan proses terciptanya. Jumlah EP dalam diri manusia cukup banyak. Dalam keseharian, dalam kondisi normal, manusia dijalankan oleh lima hingga tujuh EP secara bergantian, bergantung pada situasi dan kondisi.
EP-EP ini disebut sebagai EP eksekutif. Masih banyak EP lain yang aktif di kedalaman PBS, disebut underlying EP, yang hanya aktif dalam situasi atau kondisi tertentu, atau terpicu oleh sesuatu.
Setiap EP memiliki memori, emosi, vibrasi, energi, nilai hidup, kepercayaan, kebiasaan, pola berpikir, dan tujuan. Untuk mencapai tujuannya, EP mengekspresikan dirinya dengan menggunakan tubuh individu dan bertindak sebagai individu. Tujuan EP bisa selaras dan bermanfaat bagi individu, atau sebaliknya, bertentangan dan merugikan.
Salah satu jenis EP yang memiliki pengaruh besar terhadap individu adalah introject, yaitu persepsi tentang seseorang yang terinternalisasi ke dalam PBS. Introject bisa berasal dari tokoh penting, figur otoritas, atau seseorang yang memiliki ikatan emosional kuat dengan individu tersebut, baik itu secara positif maupun negatif.
Bila introject aktif, ia akan menjalankan, menguasai, dan bahkan menjadi individu itu sendiri. Individu akan bersikap, berpikir, berucap, bertindak, dan berperilaku persis seperti introject, yakni figur eksternal yang telah terinternalisasi.
Apakah Sebenarnya Bisikan "Setan"?
Saat PBS menggunakan jalur komunikasi berupa pesan suara di dalam pikiran, yang terjadi sesungguhnya adalah ada satu atau beberapa EP yang aktif dan berbicara.
Karena individu tidak mengerti apa yang sedang terjadi di dalam pikirannya, ia tidak tahu cara berbicara langsung dengan EP ini. Yang individu dengar hanyalah suara di dalam dirinya yang berbicara atau menyampaikan sesuatu padanya. Bisa berupa pernyataan, permintaan, saran, masukan, kritik, cemoohan, atau perintah dan dorongan untuk melakukan sesuatu.
Saat individu menyadari adanya suara yang berbicara padanya, sejatinya pada saat itu minimal ada dua EP yang aktif. Satu, EP yang berperan sebagai individu dan satu lagi, EP yang berperan sebagai suara yang tidak dikenal sumbernya.
Jika kita letakkan penjelasan di atas dalam konteks perbuatan tidak baik, misalnya perbuatan korupsi, maka yang terjadi di dalam pikiran pelaku adalah sebagai berikut:
Di memori PBS ada data berupa satu, beberapa, atau banyak pengalaman yang pernah dialami pelaku, yang memberinya perasaan senang dan nikmat, berhubungan dengan uang. Pelaku ingin mendapatkan banyak uang dengan mudah agar bisa mengulang perasaan senang yang sebelumnya telah ia alami, misalnya dengan hidup mewah, membeli barang-barang mahal, atau pamer harta untuk mendapatkan pengakuan.
Maka, pada saat ia bertemu dengan kegiatan yang melibatkan banyak uang, PBS mendorong ia untuk menggunakan cara apa pun agar bisa mendapatkan uang tersebut, walau ia tahu ini adalah perbuatan tercela, melanggar hukum, dan ia bisa masuk penjara.
Pasti ada satu EP dalam diri pelaku yang tidak setuju dengan korupsi, menyadari risiko ini, dan berusaha mencegahnya melakukan korupsi. Namun, ada EP lain yang jauh lebih kuat dan dominan, yang konsisten membisikkan dan mendorong pelaku untuk terus maju, pantang mundur melakukan korupsi. Dan akhirnya ia melakukannya.
Pada saat si pelaku ditangkap KPK, ia berkata, "Saya khilaf. Ini ujian. Saya tidak sadar mengikuti bisikan, rayuan, dan dorongan setan."
Demikian juga halnya dengan pelaku pelecehan seksual. Pasti di dalam memori PBS-nya ada banyak data yang berhubungan dengan aktivitas seksual, bisa berupa pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, atau dari tontonan dan fantasi yang ia himpun sekian tahun. Emosi intens yang terakumulasi di PBS mendapat penguatan dari imajinasi liar yang tidak terkendali.
Akibatnya, saat ia melihat wanita—bahkan yang berpakaian rapi dan sopan, menutup seluruh tubuh—pikiran si pelaku tetap liar berfantasi. Apalagi bila ia bertemu dengan wanita yang berpakaian minim atau ketat sehingga lekuk tubuh terungkap jelas. Ia mendengar suara yang mendorongnya untuk melakukan pelecehan pada wanita ini.
Jika si pelaku akhirnya melakukan pelecehan dan kemudian tertangkap, ia akan berkata, "Saya khilaf. Saya tidak bermaksud melakukan perbuatan ini. Tapi, ada setan lewat dan membisiki saya, memengaruhi saya."
Hal yang sangat berbeda terjadi saat saudara-saudara kita, umat Hindu di Bali, sedang melakukan upacara di pantai. Mereka menjalankan ibadah atau ritual agamanya dengan sangat fokus dan penuh kesadaran, sementara di sekeliling mereka ada banyak wisatawan mancanegara—terutama wanita—yang hanya menggunakan bikini dan menyaksikan serta mengabadikan kegiatan mereka. Mereka sama sekali tidak terganggu. Ini semua karena pikiran mereka bersih dari sampah-sampah yang tidak bermanfaat.
Dengan memahami cara kerja pikiran bawah sadar (PBS), kita dapat menjelaskan fenomena yang tampak serupa namun menghasilkan respons yang sangat berbeda di dua tempat berbeda.
Dalam sebuah kecelakaan lalu lintas, misalnya, ketika sebuah mobil pengangkut barang terguling dan muatannya jatuh berserakan di jalan, reaksi masyarakat bisa sangat kontras. Di satu tempat, alih-alih membantu mengamankan barang-barang tersebut, sebagian warga justru memanfaatkan situasi untuk menjarah. Barang-barang diambil begitu saja, tanpa rasa bersalah, seolah tindakan tersebut adalah hal yang wajar dilakukan.
Sementara itu, di tempat lain, ketika kecelakaan serupa terjadi, masyarakat justru menunjukkan sikap bertanggung jawab. Mereka sigap membantu mengamankan barang-barang yang tercecer, tanpa ada niat untuk mengambil atau memiliki barang yang bukan milik mereka. Tidak satu pun dari mereka yang melakukan penjarahan.
Apa yang membedakan dua respons ini bukanlah peristiwa itu sendiri, melainkan isi dan struktur PBS masing-masing individu. Pola pikir, nilai, dan rekaman pengalaman yang tersimpan dalam PBS membentuk persepsi dan dorongan yang memengaruhi tindakan seseorang, bahkan tanpa ia sadari.
Dalam perspektif hipnoterapi klinis, tidak ada ruang untuk menyalahkan faktor eksternal atas keputusan personal. Setiap individu bertanggung jawab atas program yang tertanam di dalam dirinya dan pilihan yang ia buat. Namun, kabar baiknya: semua program itu bisa dikenali, dipahami, dan diubah. Inilah inti dari transformasi—membangkitkan kesadaran, mengambil alih kendali, dan membebaskan diri dari jerat "setan" yang sebenarnya adalah bagian dari diri sendiri yang belum dipahami dan disembuhkan.
Yang dimaksud dengan "setan" dalam konteks yang dibahas di tulisan ini sejatinya adalah EP, yang merupakan bagian dari struktur PBS. Dalam kitab suci, EP yang mendorong individu melakukan perbuatan buruk disebut sebagai setan, dosa, atau kuasa daging.
"Setan" ini tidak bisa dikalahkan atau diusir keluar dari diri individu dengan membaca doa atau dengan ritual keagamaan, karena ia bukan entitas yang berasal dari luar diri. "Setan" ini harus dijumpai, dihadapi, diajak bicara, dan diedukasi agar berubah menjadi "malaikat" yang baik dan mendukung hidup dan kehidupan kita.
Jadi, apakah “setan” itu benar-benar ada? Jawabannya tidak terletak di luar diri, melainkan di dalam pola pikir, luka batin, dan kebiasaan mental yang selama ini tidak kita kenali. Dengan pemahaman dan kesadaran yang tepat, kita bisa berdamai dengan diri sendiri dan berhenti menyalahkan “setan” atas pilihan-pilihan yang sebenarnya adalah milik kita sepenuhnya.