The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA
Hipnoterapi adalah upaya peningkatan kualitas diri individu melalui proses pemberdayaan pikiran bawah sadar, dilakukan dalam kondisi hipnosis, menggunakan teknik yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi klien.
Sesuai dengan definisi di atas, kondisi hipnosis mutlak dibutuhkan sebagai sarana untuk menembus faktor kritis pikiran sadar (PS) dan menjangkau kedalaman pikiran bawah sadar (PBS). Keaktifan faktor kritis PS berbanding terbalik dengan kedalaman kondisi hipnosis yang berhasil dicapai individu.
Penggunaan kata “dalam” atau "lebih dalam" untuk menunjukkan kondisi hipnosis sebenarnya kurang tepat. Subjek tidak benar-benar “masuk” lebih dalam, melainkan menjadi semakin responsif terhadap sugesti yang disampaikan oleh hipnoterapis. Respons ini berkaitan erat dengan kesediaan dan partisipasi klien dalam proses yang dijalani.
Dalam konteks hipnosis, kita mengenal tiga istilah yang penting: suggestibility, susceptibility, dan hypnotizability. Ketiganya sama-sama berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menerima pengaruh atau sugesti, namun memiliki perbedaan makna dan konteks:
• Suggestibility adalah kecenderungan umum seseorang untuk menerima dan merespons sugesti, baik dalam kondisi sadar (normal suggestibility) maupun dalam kondisi hipnosis (hypnotic suggestibility).
Misalnya, seseorang yang mudah terpengaruh oleh iklan atau kata-kata motivasi menunjukkan tingkat suggestibility yang tinggi dalam kondisi sadar.
• Susceptibility mengacu pada kerentanan atau tingkat keterpengaruhan secara umum terhadap pengaruh luar, termasuk sugesti, tekanan sosial, atau manipulasi, dan tidak terbatas pada konteks hipnosis. Misalnya, orang yang mudah terbawa suasana dalam keramaian menunjukkan susceptibility yang tinggi.
• Hypnotizability adalah kemampuan atau tingkat kemudahan seseorang untuk masuk ke kondisi hipnosis dan merespons sugesti hipnotik secara efektif. Ini merupakan subkategori dari suggestibility dan sering diukur secara sistematis dalam setting klinis atau riset.
Perlu dicatat bahwa seseorang bisa memiliki normal suggestibility yang tinggi, namun hypnotizability yang rendah, dan sebaliknya.
Skala Kedalaman Hipnosis
Untuk mengukur tingkat kemudahan individu dalam mengalami kondisi hipnosis, para ahli telah mengembangkan berbagai skala, di antaranya:
• Skala Liébeault (1866, 1889)
• Skala Bernheim (1884)
• Skala White (1930)
• Skala Davis dan Husband (1931)
• Skala Friedlander dan Sarbin (1938)
• Skala LeCron dan Bordeaux (1947)
• Stanford Scales of Hypnotic Susceptibility, Forms A, B, dan C
• Stanford Profile Scales of Hypnotic Susceptibility (Weitzenhoffer dan Hilgard, 1959–1967)
• Harvard Group Scales of Hypnotic Susceptibility (Shor dan Orne, 1962)
• Waterloo-Stanford Group C Scale (Bowers, 1993/1998)
Model turunan lainnya termasuk London’s Children’s Hypnotic Susceptibility Scale (CHSS) dan dua skala klinis tambahan dari Stanford, yakni:
• Stanford Clinical Scale for Adults
• Stanford Clinical Scale for Children
Selain itu, juga terdapat:
• Stanford Hypnotic Arm Levitation Induction and Test (SHALT)
• Barber Suggestibility Scale (1962)
• Barber Creative Imagination Scale (1978–1979)
• LeCron Subjective Depth Estimation Scale (LSDES)
• Tart Scales (1972, 1978/1979)
Skala Davis-Husband
Skala kedalaman hipnosis Davis-Husband dikembangkan pada tahun 1931 sebagai alat standar untuk mengukur sejauh mana kedalaman hipnosis yang dicapai oleh subjek.
Skala ini sangat populer dan banyak digunakan oleh praktisi serta pengajar hipnoterapi. Tujuannya adalah membantu hipnoterapis mengenali sejauh mana kondisi hipnosis yang dialami klien, sehingga teknik intervensi yang dipilih menjadi tepat dan efektif.
Skala ini terdiri atas lima kategori, yang mencakup tiga puluh angka dari 1 sampai 30. Setiap angka mewakili uji dan respons sugesti tertentu.
Lima kategori dalam skala ini adalah Insusceptible (0), Hipnoidal (1–5), Light Trance (6–12), Medium Trance (13–20), dan Deep Trance (21–30).
Rinciannya sebagai berikut: 0 = tidak merespons, 1 = relaksasi, 2 = mata berkedip, 3 = menutup mata, 4 = relaksasi fisik total, 5 = katalepsi mata, 6 = katalepsi tungkai, 7 = katalepsi seluruh tubuh, 8/9/10 = anestesi "sarung tangan", 11/12 = amnesia pascahipnosis parsial, 13/14 = amnesia pascahipnosis, 15/16 = perubahan kepribadian, 17/18/19/20 = delusi kinestetik, 21/22 = mampu buka mata tanpa memengaruhi trance, 23/24 = somnambulisme lengkap, 25 = halusinasi visual positif, 26 = halusinasi auditori positif, 27 = amnesia pascahipnosis sistematis, 28 = halusinasi auditori negatif, 29 = halusinasi visual negatif, dan 30 = hiperestesia.
Dalam praktik hipnoterapi, baik berbasis sugesti maupun hipnoanalisis, kedalaman deep trance sangat disarankan sebelum intervensi dilakukan.
Sebagian besar hipnoterapis menggunakan indikator seperti: mata tertutup, gerakan mata cepat (REM), tubuh rileks, napas teratur, dan ketidakmampuan membuka mata sebagai tanda bahwa klien telah berada dalam kondisi hipnosis. Meskipun benar, indikator tersebut belum cukup untuk menyatakan bahwa klien telah mencapai kedalaman deep trance.
Berdasarkan skala Davis-Husband, indikator-indikator di atas menunjukkan kedalaman hipnoidal dan light trance, bukan medium atau deep trance.
Indikator kedalaman deep trance (somnambulism), menurut skala Davis-Husband, adalah munculnya halusinasi, baik positif maupun negatif, secara visual atau auditori. Oleh karena itu, uji kedalaman diperlukan untuk memastikan apakah klien telah mampu mengalami halusinasi sugestif. Inilah barometer yang lebih objektif.
Sangat disayangkan, para hipnoterapis sangat jarang melakukan uji kedalaman dalam praktik klinis. Padahal ini adalah cara paling akurat untuk menilai apakah klien telah mencapai kondisi deep trance. Tanpa uji ini, intervensi yang diberikan bisa tidak optimal karena pikiran sadar masih memberikan resistensi.
Yang sering hipnoterapis lakukan adalah uji sugestibilitas, bukan uji kedalaman. Uji sugestibilitas bertujuan untuk mengetahui seberapa mudah seseorang menerima dan merespons sugesti yang diberikan. Sementara uji kedalaman adalah untuk mengetahui kedalaman yang telah berhasil dicapai oleh individu.
Uji kedalaman adalah prosedur penting yang tidak boleh diabaikan bila ingin memastikan efektivitas proses hipnoterapi yang dijalankan.
Alasan Saya Meninggalkan Skala Davis-Husband
Di tahun-tahun awal saya berpraktik sebagai hipnoterapis, saya juga menggunakan skala Davis–Husband sebagai acuan. Namun, saya menemui banyak kendala dan sering gagal dalam memastikan kedalaman yang telah dicapai klien. Berdasarkan pengalaman praktik saat itu, saya menyadari ada yang kurang dari skala ini, meskipun saya belum tahu apa.
Akhirnya, setelah mendapat pengetahuan dari beberapa literatur lain, saya menemukan jawabannya. Skala Davis–Husband, khususnya indikator kondisi hipnoidal dan light trance, tidak berlaku untuk semua orang, melainkan hanya untuk individu dengan tipe sugestibilitas fisik (physical suggestibility). Indikator ini tidak berlaku untuk individu dengan tipe sugestibilitas emosi (emotional suggestibility).
Klien dengan tipe sugestibilitas emosi tidak selalu mengalami REM, napas dalam dan ritmik, tubuh terasa berat, atau lengan terasa berat atau kaku (catalepsy). Ketidaktahuan saya saat itu, karena masih minim pengetahuan dan pengalaman, mengakibatkan kegagalan dalam menilai kedalaman yang dicapai klien.
Kendala lainnya, saya tidak menemukan literatur yang menjelaskan cara melakukan uji kedalaman, khususnya untuk tingkat medium trance dan deep trance. Indikator kedalaman hipnoidal dan light trance memang lebih mudah digunakan karena berupa pengamatan aspek fisik. Sementara itu, indikator kedalaman medium trance dan deep trance lebih sulit karena berupa fenomena mental.
Untuk memudahkan saya dalam mengukur kedalaman kondisi hipnosis yang dicapai klien, saya akhirnya memutuskan menyusun skala kedalaman versi saya sendiri. Ini bukan pekerjaan mudah. Saya mempelajari banyak skala kedalaman yang sudah ada, melakukan analisis dan sintesis, mencocokkannya dengan pengalaman dan temuan di ruang praktik, serta menggabungkannya dengan pemahaman saya tentang kondisi pikiran, kesadaran, meditasi, dan hasil pengukuran gelombang otak menggunakan mesin EEG Mind Mirror.
Akhirnya, setelah melalui proses yang cukup panjang, pada September 2010, saya berhasil menyusun Adi W. Gunawan Hypnotic Depth Scale, yang terdiri dari 40 kedalaman, dengan rincian fenomena baik fisik maupun mental pada setiap kedalaman.
AWG Hypnotic Depth Scale ini kini digunakan oleh para hipnoterapis AWGI sebagai acuan dalam praktik hipnoterapi kami.
Klien Tidak Bisa Dihipnosis?
Di kalangan hipnoterapis, terdapat dua kubu yang berseberangan dalam hal pemahaman mengenai kemampuan klien untuk masuk dan mencapai kondisi hipnosis (dalam). Satu kubu menyatakan bahwa ada kategori klien yang memang tidak bisa dihipnosis, apa pun upaya atau teknik yang dilakukan oleh hipnoterapis, klien tetap tidak akan bisa masuk ke kondisi hipnosis.
Sementara itu, kubu lainnya berpendapat bahwa setiap klien dapat masuk ke kondisi hipnosis jika ia bersedia dan mengizinkan dirinya untuk masuk ke kondisi tersebut.
Berdasarkan pengalaman praktik para hipnoterapis di AWGI, kami menemukan beberapa fakta penting:
• Semua klien bisa masuk ke kondisi hipnosis.
• Satu-satunya faktor yang menyebabkan klien tidak bisa masuk kondisi hipnosis (dalam) adalah rasa takut.
• Klien akan masuk sedalam yang ia butuhkan untuk menyelesaikan masalahnya, dan bertahan pada kedalaman yang paling dangkal untuk mempertahankan rasa aman atau keselamatan dirinya.
• Klien yang tampak tidak sugestif sejatinya adalah individu yang belum terlatih untuk menjadi lebih responsif.
• Kemampuan untuk merespons sugesti secara hipnotik dapat dilatih dan dikembangkan.
• Hipnoterapis tidak pernah bisa “menghipnosis” klien—hipnosis bukan sesuatu yang dilakukan kepada seseorang.
• Peran hipnoterapis adalah sebagai fasilitator, bukan pelaku hipnosis.
• Klien masuk ke kondisi hipnosis karena ia siap, bersedia, dan mengizinkan dirinya untuk mengalami proses tersebut.
Mengukur dan memahami kedalaman hipnosis bukanlah aspek tambahan, melainkan fondasi penting dalam praktik hipnoterapi yang efektif.
Dengan memahami bahwa tidak ada klien yang “tidak bisa dihipnosis,” hipnoterapis akan lebih fokus pada membangun rasa aman, membimbing klien menuju kedalaman yang ia izinkan, dan menggunakan teknik yang tepat berdasarkan kedalaman yang terukur.