The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA
Para peserta SECH, setelah mempelajari materi minggu kedua yang berfokus pada protokol hipnoterapi AWGI berbasis Dual Layer Therapy, mendapat tugas untuk melakukan praktik hipnoterapi kepada minimal lima klien.
Terdapat sejumlah syarat dan ketentuan yang perlu diperhatikan dan ditaati dalam pelaksanaan tugas ini. Salah satunya adalah larangan untuk menerapi anggota keluarga. Ketentuan ini juga berlaku bagi para hipnoterapis AWGI secara umum. Berikut penjelasan logis di balik aturan tersebut.
Dalam praktik hipnoterapi profesional, menjaga batas dan jarak emosional antara terapis dan klien adalah prinsip dasar yang mutlak dijaga. Salah satu wujud konkret dari prinsip ini adalah larangan atau anjuran kuat untuk tidak melakukan terapi kepada anggota keluarga sendiri, seperti pasangan, anak, orang tua, atau saudara kandung.
Meskipun seorang hipnoterapis memiliki keahlian teknis yang mumpuni, kedekatan emosional dan relasi personal dengan klien keluarga justru menjadi faktor risiko yang sangat besar. Situasi ini dapat mengganggu keberhasilan terapi, menimbulkan bias dalam penilaian, dan berpotensi merusak dinamika hubungan keluarga itu sendiri.
Berikut adalah penjelasan menyeluruh mengenai alasan-alasan profesional di balik larangan ini:
1. Kehilangan Objektivitas dan Netralitas
Hipnoterapi membutuhkan kondisi pikiran yang jernih dari terapis. Saat terapis berhadapan dengan anggota keluarga sendiri, objektivitas akan mudah terganggu oleh emosi, harapan, luka masa lalu, atau konflik yang belum tuntas. Penilaian bisa menjadi bias, dan intervensi yang diberikan rentan dipengaruhi oleh keinginan pribadi, bukan kebutuhan klien. Ini bertentangan dengan esensi kerja terapeutik yang berlandaskan netralitas.
2. Konflik Peran: Keluarga atau Terapis?
Setiap orang menjalankan peran tertentu dalam keluarga: sebagai pasangan, orang tua, anak, atau saudara. Ketika salah satu peran itu bercampur dengan peran sebagai terapis, timbul kebingungan relasional. Klien bisa merasa tidak nyaman membuka diri secara utuh, dan terapis bisa kehilangan kejelasan dalam menetapkan batas peran.
Misalnya, ketika seorang ibu menjadi terapis bagi anaknya, ia akan kesulitan memisahkan naluri keibuan dari pendekatan terapeutik yang menuntut ketegasan dan objektivitas. Ini bisa merusak efektivitas intervensi.
3. Hambatan Keterbukaan dari Klien
Keterbukaan adalah kunci keberhasilan dalam hipnoterapi. Namun, klien yang adalah anggota keluarga sering kali menyensor ceritanya karena takut melukai perasaan terapis, merasa malu, atau khawatir hubungan keluarga menjadi renggang. Akibatnya, eksplorasi pikiran bawah sadar menjadi dangkal dan target perubahan tidak tercapai.
4. Risiko Retaknya Relasi Keluarga
Hipnoterapi bisa menggali luka lama, konflik terpendam, atau trauma masa kecil yang mungkin melibatkan keluarga itu sendiri. Bila terapis adalah bagian dari sistem tersebut, penggalian ini bisa memunculkan konflik baru atau memperburuk hubungan lama. Alih-alih menyembuhkan, terapi justru bisa menjadi sumber ketegangan emosional.
5. Tidak Adanya Ruang Aman bagi Klien
Salah satu fungsi terpenting dalam terapi adalah menyediakan ruang aman dan netral di mana klien merasa bebas untuk membuka diri, tanpa penilaian atau tekanan. Bila terapis adalah bagian dari kehidupan sehari-hari klien, seperti pasangan atau orang tua, ruang aman ini tidak pernah benar-benar ada. Klien akan cenderung menyaring informasi, merasa diawasi, atau menghindari pembicaraan yang sensitif, sehingga tidak bebas untuk mengekspresikan diri secara utuh.
6. Persepsi Otoritas yang Tidak Kuat
Relasi keluarga sering membentuk persepsi psikologis yang bersifat “setara” atau bahkan timpang. Klien yang lebih tua mungkin memandang hipnoterapis yang lebih muda (namun anggota keluarga) sebagai kurang kredibel, dan sebaliknya. Ketika klien tidak memandang terapis sebagai figur yang otoritatif dan layak dipercaya, kekuatan sugesti terapeutik akan berkurang drastis. Tanpa transferensi yang sehat, terapi menjadi lemah dan tidak efektif.
7. Kerentanan terhadap Burnout dan Beban Ganda
Menangani klien keluarga menciptakan beban ganda bagi terapis. Di satu sisi, ia terlibat secara profesional, tetapi di sisi lain ia juga merasa bertanggung jawab secara emosional sebagai anggota keluarga. Ini adalah lahan subur bagi kelelahan emosional, frustasi, bahkan kegagalan relasi. Ketika terapi tidak membuahkan hasil, relasi keluarga bisa ikut retak.
Alternatif yang Lebih Sehat dan Etis
Praktik profesional di seluruh dunia menyarankan: jika klien adalah anggota keluarga, rujuklah ke terapis lain yang profesional, netral, dan tidak memiliki relasi personal. Ini bukan karena hipnoterapis tidak mampu, tetapi karena ia memahami pentingnya menjaga integritas relasi dan keberhasilan proses terapi.
Dengan merujuk klien keluarga kepada pihak ketiga yang netral, terapis tetap menjaga peran keluarga secara sehat, dan klien mendapat kesempatan pulih dalam ruang yang benar-benar aman.
Penutup: Antara Profesionalisme dan Cinta Keluarga
Keputusan untuk tidak menerapi keluarga bukanlah bentuk penolakan, melainkan wujud cinta dan tanggung jawab yang lebih dalam. Terapis yang profesional tahu kapan harus mundur, dan tahu bahwa menyembuhkan tidak selalu berarti “saya yang melakukannya.”
Hipnoterapi bukan sekadar teknik, melainkan seni mendampingi. Dan kadang, cara terbaik mendampingi adalah dengan mempercayakan yang kita sayangi kepada tangan yang lebih objektif.