The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA
Bulan Oktober hingga November 2008 saya menyelenggarakan 2 (dua) kelas pelatihan 100 jam sertifikasi hipnoterapis. Satu di Jakarta dan satu lagi di Surabaya. Dari sekian banyak teori dan teknik yang akan diajarkan, satu yang sangat penting adalah Teori Tungku Mental.
Teori ini saya bangun berdasar informasi dan pengetahuan yang saya dapatkan dari berbagai literatur yang saya pelajari ditambah dengan pengalaman praktik saya. Teori inilah yang sebenarnya mendasari Quantum Hypnotherapeutic Procedure yang diajarkan di Quantum Hypnosis Indonesia.
Nah,  sebelum saya menjelaskan mengenai Teori Tungku Mental, saya akan  bercerita sedikit mengenai kasus yang saya pelajari melalui berbagai  literatur dan kasus yang pernah saya tangani. 
Dalam artikel ini saya hanya akan memberikan satu contoh kasus yang bersumber dari literatur. Dalam buku Trance & Treatment : Clinical Use of Hypnosis, David Speigel menceritakan satu kasus yang sangat menarik yang pernah ia tangani. Ada seorang veteran perang Vietnam.
Veteran ini setelah menjalani tugas dengan track record yang sangat baik selama 15 tahun tiba-tiba berubah dan akhirnya mengalami “gangguan” dan akhirnya harus dimasukan ke rumah sakit jiwa. Veteran ini, sebelum ditangani oleh Davied Spiegel, seorang psikiater yang mendalami dan mempratikkan hipnoterapi, didiagnosa menderita “gangguan kecemasan sangat tinggi” hingga mengalami halusinasi. Ia juga pernah dimasukkan ke Palo Alto Veterans Administration Medical Center setelah mencoba melakukan tindakan bunuh diri. Ia depresi dan cenderung melakukan tindakan berbahaya namun ia tidak tahu apa yang menjadi penyebabnya. Setelah Spiegel melakukan Hypnotic Induction Profile (HIP) dan didapatkan hasil 4, intact/utuh, dengan skor induksi 10, selanjutnya dilakukan Age Regression.
Singkat cerita Spiegel berhasil menemukan akar masalahnya. Veteran ini ternyata dulu waktu bertugas di Vietnam punya seorang anak angkat yang sangat ia sayangi. Anak angkatnya tewas saat Vietcong menyerang rumah sakit tempat ia bertugas. Veteran ini merasa begitu bersalah, karena tidak bisa melindungi anaknya, merasa marah, dendam dan benci yang luar biasa kepada serdadu Vietcong yang menewaskan anaknya. Rupanya, berbagai emosi negatif ini tidak mendapat penanganan semestirnya. Setelah dibantu oleh Spiegel veteran ini sembuh.
Namun 6 bulan kemudian veteran ini kambuh lagi saat, hanya dalam waktu 2 minggu, salah seorang kakaknya, seorang polisi, terbunuh, dan istri veteran ini mulai “melirik” pria lain, ditambah lagi seseorang menembak mati anjing kesayangannya. Setelah dirawat sebentar di rumah sakit ia kembali sembuh.
Kasus ini oleh David Spiegel diulas lengkap di artikel yang berjudul Vietnam Grief Work Using Hypnosis dan dimuat di The American Journal of Clinical Hypnosis (24(1): 33-40, 1981)
Kasus yang pernah saya tangani antara lain kasus seorang klien, seorang pria muda berusia 26 tahun, yang takut ayam, lebih spesifik lagi paruh ayam. Setelah saya cari akar masalahnya ternyata klien ini takut pisau. Saya gali lagi akhirnya saya menemukan ISE (Initial Sensitizing Event) pada saat klien berusia 4 tahun. Klien mengalami sesuatu hal dengan ibunya dan membuatnya sangat marah dan benci ibunya. Nah, kebencian ini berubah menjadi rasa sakit yang luar biasa bila ia dipeluk oleh ibunya. Rasa sakit ini mengambil wujud sakit seperti bila tubuh ditikam dengan puluhan pisau sekaligus. Selanjutnya “sakit karena ditikam pisau” ini bermutasi menjadi ketakutan pada paruh ayam. Saya menyebut kondisi ini dengan “double symptom”.
Kasus lain adalah klien wanita muda,  usia 21 tahun yang, menurut orangtuanya, berubah dan tidak semangat  menjalani hidup. Klien ini telah 8 (delapan) bulan minum obat agar bisa  tenang dan kembali “normal”. Dengan teknik tertentu saya membantu klien  ini untuk menemukan akar masalahnya, membereskannya, dan setelah itu  klien bisa kembali hidup normal tanpa perlu mengkonsumsi obat. 
Saya  membutuhkan 2 (dua) sesi dengan klien ini. Sesi pertama walaupun  terlihat “tuntas” namun saya tahu belum tuntas. Dari mana saya tahu?  Saya tahu karena saya belum menemukan ISE. Saya berhasil menemukan  beberapa SSE (Subsequent Sensitizing Event). Namun klien belum bersedia  mengungkapkan ISE kepada saya. Dan saya juga tidak bisa memaksa klien.  Saya membantu klien sesuai dengan kecepatan dan kesiapan diri klien.
Setelah sesi pertama klien langsung berubah dan merasa sangat nyaman. Saya juga mendapat laporan dari orangtua klien mengatakan hal yang sama. Namun tiga hari kemudian saya mendapat kabar bahwa klien kembali ke pola lamanya. Klien kembali ke kondisi seperti sebelum saya tangani.
Selanjutnya saya memberikan sesi kedua. Nah, pada sesi kedua ini saya berhasil membantu klien menemukan akar masalahnya (ISE). Begitu ISE berhasil dibereskan segera terjadi perubahan. Dan perubahan ini bersifat permanen.
Oh ya, satu hal yang perlu saya tegaskan di sini. Anda jangan salah mengerti ya. Saya bukan dokter atau psikiater. Saya tidak pernah berani dan tidak punya kapasitas untuk meminta klien berhenti minum obat. Yang saya lakukan hanyalah membantu klien mengatasi masalah mereka, dengan keterampilan yang saya pelajari. Soal obat, saya meminta klien untuk konsultasi atau kembali ke dokter yang menanganinya. Dokter yang memberi obat maka dokter yang boleh memutuskan apakah klien perlu terus minum obat atau berhenti, dengan melihat perkembangan terakhir pasien.
Pembaca, dari tiga kisah yang saya jelaskan di atas, bisakah anda menarik benang merahnya?
Jika belum, ijinkan saya untuk mengulas kembali, tapi singkat saja ya, mengenai cara kerja pikiran.
Dualisme Pikiran
Kita  punya dua pikiran yaitu pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Kedua  pikiran ini mempunyai fungsi dan tugas masing-masing. Kedua pikiran ini  bekerja sama dan saling mempengaruhi. 
Pikiran sadar mempunyai 5 fungsi/komponen yaitu analitis, rasional, kekuatan kehendak, faktor kritis, dan memori jangka pendek. 
Pikiran bawah sadar mempunyai 10 fungsi/komponen, antara lain: menyimpan memori jangka panjang, emosi, kebiasaan, dan intuisi.
Nah, masing-masing pikiran ini, pikiran sadar dan bawah sadar, mempunyai tugas melindungi diri kita. Pikiran sadar melindungi diri kita dari hal yang (dipandang) membahayakan diri kita, berdasar “pandangan” fungsi pikiran yaitu rasional dan analitis.
Menurut Milton Erickson pikiran bawah sadar melindungi diri kita dari hal-hal yang ia pandang membahayakan keselamatan fisik dan emosi kita.
Charles Tebbets dalam bukunya, yang kini telah menjadi buku klasik, Miracles on Demand, mengatakan, “Conscious mind is the mind of choice. Subconscious mind is the mind of preference. We choose what we prefer.”
Tebbets juga melanjutkan dengan menyatakan bahwa hipnoterapi bekerja berdasar prinsip sebagai berikut:
Sebenarnya ada satu lagi yaitu pikiran nir-sadar. Tapi dalam kesempatan ini saya tidak akan membahas mengenai fungsi dan cara kerjanya.
Tungku Mental
Untuk memudahkan pemahaman mengenai mekanisme pikiran bawah sadar saya menggunakan analogi tungku mental. Tungku mental berisi air (baca: berbagai buah pikir/thought). Api yang memanasi tungku adalah berbagai emosi, baik itu yang positif maupun negatif, yang dialami seseorang.
Dalam kondisi normal saat api membakar tungku maka temperatur akan naik dan sampai pada suhu tertentu akan muncul uap air yang bergerak bebas ke atas karena tungku tidak ditutup. Namun apa yang terjadi bila tungku ditutup rapat?
Saat temperatur semakin tinggi, karena terus  dipanasi oleh api emosi, terutama yang negatif,  maka akan muncul uap  yang bergerak ke atas. Namun kali ini uap tidak bisa keluar karena  terperangkap di dalam tungku yang ditutup rapat. Semakin lama suhu  tungku semakin tinggi, semakin banyak uap yang terperangkap, sehingga  tekanan uap semakin tinggi menekan seluruh dinding dalam tungku. 
Apa yang terjadi bila tungku tetap ditutup rapat?
Benar  sekali. Sampai pada satu titik, saat tekanan uap melebihi daya tahan  dinding tungku, maka akan terjadi ledakan hebat dan tungku akan hancur  berantakan. 
Nah, bagaimana dengan manusia? Jangan khawatir, kita  tidak akan meledak seperti contoh tungku di atas. Pada manusia, pikiran  bawah sadar akan melindungi diri kita dengan melakukan hal-hal yang  dipandang perlu untuk menyelamatkan diri kita dari “kehancuran”. 
Apa yang akan dilakukan pikiran bawah sadar?
Pikiran  bawah sadar akan membuat retak-retak kecil di tungku mental kita  sehingga ada jalan keluar bagi uap yang berada di dalam tungku mental.  Dengan demikian tekanan akan turun dan tidak membahayakan keutuhan  tungku mental. 
Nah, saat uap dari dalam tungku keluar dan berbunyi  …sssshhh……ssssshhhh….pada saat itulah seseorang akan mengalami perubahan  perilaku. Perubahan perilaku ini adalah manifestasi dari uap yang  keluar. Biasanya perubahan ini tidak mendadak. Tetapi perlahan-lahan dan  semakin lama semakin parah.
Apa yang kita lakukan terhadap orang yang telah mengalami perubahan perilaku?
Kita cenderung akan meluruskan perilakunya, benar nggak?
Apakah bisa?
Oh,  sudah tentu bisa. Ada banyak cara dan teknik yang biasa digunakan.  Pertanyaannya adalah perubahan menjadi “normal” kembali ini bisa  bertahan berapa lama?
Seringkali tidak bisa bertahan lama. Nanti  pasti akan muncul lagi perilaku yang “aneh”. Mengapa ini terjadi? Karena  kita hanya menyumbat retak di dinding tungku. Saat uap sudah tidak  keluar maka perilaku orang itu menjadi normal. 
Dan karena kita tidak  mencari sumber masalahnya, yaitu api yang berada di bawah tungku (baca:  emosi yang belum terselesaikan) maka cepat atau lambat tekanan uap di  dalam tungku kembali naik dan sampai pada satu titik akan terjadi  kebocoran lagi.
Pembaca, dengan membaca sejauh ini saya yakin anda pasti sampai pada kesimpulan bahwa simtom adalah sesuatu yang positif. Simtom adalah bentuk komunikasi dari pikiran bawah sadar ke pikiran sadar yang mengatakan, “Hei… ini ada masalah di bawah sini. Anda perlu menyelesaikan masalah ini. Kalau anda tetap tidak mau mengerti atau tidak bersedia menyelesaikan masalah ini maka saya akan tetap mengganggu anda.”
Masalahnya adalah bukan kita tidak mau menyelesaikan masalah tapi kita seringkali tidak memahami pesan yang disampaikan pikiran bawah sadar. Dan seringkali saat kita mau menyelesaikan masalah ini kita tidak tahu caranya atau teknik yang digunakan tidak tepat.
Lalu, bagaimana cara efektif untuk mengatasi hal ini?
Pertama, kita perlu mengeluarkan uap yang terjebak di dalam tungku. Bagaimana caranya? Gunakan uap itu sebagai petunjuk untuk menemukan retak di dinding tungku. Ini yang dikatakan oleh Milton Erickson dengan “The Symptom is the solution”.
Setelah uapnya berhasil kita keluarkan  dan tekanan sudah habis selanjutnya kita bisa membuka tutup tungku. Bisa  anda bayangkan apa yang terjadi bila tutup tungku dibuka saat  tekanannya masih sangat tinggi. Ini sama dengan membuka tutup radiator  mobil saat masih panas. Sangat berbahaya.
Isi tungku adalah konten  atau memori yang berhubungan atau yang membuat munculnya simtom. Setelah  ini barulah kita bisa menemukan sumber api dan sekaligus memadamkan  apinya.
Apa yang terjadi bila api berhasil dipadamkan? Sudah tidak ada lagi yang memanasi tungku mental. Dengan demikian temperatur tidak akan naik. Dan sudah tentu tidak akan ada uap yang menekan dinding tungku. Tidak akan terjadi retak dan kebocoran. Klien akan kembali menjalani hidup dengan normal.
Mengapa Direct Suggestion Tidak Efektif?
Dalam  menangani berbagai kasus dengan muatan emosi yang tinggi, sudah tentu  yang saya maksudkan di sini adalah emosi negatif, maka Direct Suggestion  tidak efektif. 
Mengapa tidak efektif? Karena Direct Suggestion  hanya mengeliminir simtom, bukan akar masalah. Salah satu sifat pikiran  bawah sadar adalah malas untuk berubah. Pikiran bawah sadar menilai  sesuatu sebagai hal yang benar atau tidak benar bukan berdasarkan  kebenaran yang sungguh-sungguh benar, namun lebih berdasarkan data yang  tersimpan di database di pikiran bawah sadar. Pikiran bawah sadar  beroperasi berdasar hukum Familiarity atau yang juga dikenal dengan  Knowns and Unknowns.
Dari uraian di atas kita tahu bahwa sakit atau simtom sebenarnya suatu mekanisme perlindungan yang digunakan oleh pikiran bawah sadar untuk “menyelamatkan” seseorang. Jadi, saat pikiran bawah sadar merasa sudah “benar” dengan membuat seseorang menjadi “sakit” maka, jika dipaksa berubah dengan menggunakan Direct Suggestion, sudah tentu ia akan menolak. Dan semakin kita paksa maka ia semakin melawan dengan meningkatkan intensitas “sakit” atau “gangguan”.
Ada 4 langkah yang harus dilakukan untuk bisa menghilangkan simtom dengan cepat, efektif, efisien, dan permanen:
Teknik terapi yang semata-mata hanya menggunakan Direct Suggestion mampu “menyembuhkan” klien. Namun “kesembuhan” ini tidak akan berlangsung lama. Beberapa saat kemudian akan muncul lagi simtom, bisa simtom yang lama atau bahkan yang baru. Kesembuhan ini sebenarnya adalah akibat dari penambalan terhadap retak di dinding tungku mental sehingga uap untuk sementara waktu tidak bisa keluar.
Contoh Kasus
Saya akan menutup artikel ini dengan beberapa contoh kasus yang berhasil ditangani dengan menggunakan Teori Tungku Mental.
Pertama,  kasus seorang klien, wanita 39 tahun, yang mengeluh bahwa pikirannya  suka sekali menghitung angka (counting numbers), dan kalau mandi lama  sekali. 
Wanita ini mengatakan bahwa ia mengalami OCD (Obsessive  Compulsive Disorder). Saya tidak tahu apakah benar ia mengalami OCD atau  bukan. Mengapa? Karena ini adalah istilah yang digunakan di dunia  psikologi atau psikiatri. Saya bukan psikolog atau psikiater. Jadi saya  tidak bisa menggunakan istilah ini.
Berdasar Teori Tungku Mental maka saya melihat perilakunya sebagai bentuk kebocoran uap dari tungku mentalnya. Nah, tugas saya adalah, dengan berbagai teknik yang saya pelajari dan kuasai, mencari dan menemukan sumber apinya, lalu membantu klien ini mematikan apinya.
Proses uncovering membawa klien pada  usia tiga belas tahun. Sesuatu terjadi di sini. Saya membantu klien  mematikan apinya. Besoknya saya diberitahu klien bahwa ia mandinya sudah  normal dan juga sudah tidak menghitung angka. 
Kasus kedua adalah  kasus yang ditangani salah satu alumnus QHI. Alumnus ini berhasil  mengobati seorang wanita, usia 29 tahun, yang alergi terhadap gula atau  sesuatu yang manis seperti permen atau minuman Coca Cola. Setiap kali  makan atau minum yang manis maka badan klien ini akan langsung bengkak  dan gatal. Anehnya, kalau makan nasi atau roti badannya biasa-biasa  saja. Padahal nasi atau roti mengandung karbohidrat yang setelah masuk  ke badan akan menjadi gula. 
Kembali lagi, dengan Teori Tungku Mental, alumnus ini berhasil membantu klien menemukan apinya.
Apa yang terjadi?
Pada usia 3 tahun klien ini melihat kejadian yang tidak semestinya ia lihat dan setelah itu ia diberi permen. Ini adalah ISE. Selanjutnya terjadi beberapa peristiwa lagi, yang sebenarnya adalah SSE-SSE, pada usia yang berbeda. Akhirnya pada saat SMP baru muncul alergi permen.
Berapa sesi yang dibutuhkan untuk membantu klien ini? Hanya 1 (satu) sesi saja.
Contoh ketiga adalah klien yang berusia 40 tahun. Keluhan klien ini adalah ia tidak bisa minum air putih. Setiap kali minum air putih maka perutnya akan sakit dan langsung muntah. Tapi bila airnya diberi sirup, atau gula, atau dibuat teh atau kopi, maka tidak ada masalah. Setelah diselidiki ternyata klien tidak bisa minum air putih sejak usia 4 tahun.
Dibutuhan hanya 1 (satu) sesi saja untuk menemukan sumber api dan memadamkannya. Setelah itu klien langsung bisa minum air putih.
Bagaimana dengan fobia? Prinsipnya sama saja.
Pembaca, anda pasti bertanya, “Bagaimana caranya untuk bisa menemukan api dengan cepat?”
Akan sangat panjang bila saya jelaskan di sini. Inilah yang saya berikan di kelas pelatihan 100 jam hipnoterapi yang diselenggarakan oleh Quantum Hypnosis Indonesia.