The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA
Dalam hipnoterapi ada sangat banyak teknik intervensi klinis yang  bisa digunakan untuk membantu klien mengatasi masalah mereka. Dari  sekian banyak teknik, salah satunya yang sangat efektif adalah Ego State  Therapy. 
Ego State Therapy adalah terapi yang dilakukan pada  Ego State. Untuk memahaminya kita perlu memahami Ego State. Apa sih Ego  State itu?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas ijinkan saya mengajukan beberapa pertanyaan pada anda. Pernahkah anda mengalami hal berikut:
1.Sewaktu  bangun di pagi hari anda merasa ada dua bagian dari diri anda yang  “ribut”. Satu bagian ingin anda segera bangun dan yang satu lagi ingin  anda melanjutkan tidur.
2.Saat anda harus memilih atau membuat  keputusan anda bingung karena ada beberapa bagian dari diri anda yang  saling tidak setuju dengan keputusan anda. 
3.Anda merasa tidak  nyaman atau ada perasaan bersalah setelah melakukan suatu tindakan.  Padahal saat melakukannya anda merasa sangat yakin dengan tindakan anda.  
Pembaca, bila anda mengalami salah satu saja dari tiga hal di  atas maka sebenarnya ada telah mengalami Ego State. Dengan kata lain,  Ego State sebenarnya adalah bagian dari diri kita yang aktif atau  mengendalikan diri kita pada suatu saat tertentu.
Ego State,  menurut Watkins dan Watkins, adalah sebuah sistem perilaku dan  pengalaman yang terorganisir yang elemen-elemennya saling terhubung  melalui beberapa prinsip yang sama tetapi saling dipisahkan oleh  batas-batas yang dapat ditembus (permeabilitas) hingga derajat kedalaman  dan fleksibilitas tertentu. 
Ada berapa banyak Ego State dalam diri kita?
Tidak  ada satupun pakar yang bisa menentukan secara pasti. Ini juga  bergantung pada teori masing-masing pakar itu. Tansactional Analysis  (TA) yang dikembangkan oleh Eric Berne mengatakan dalam diri kita ada  lima ”diri”. Gestalt Therapy, yang dikembangkan oleh Frederick Perls  berdasar Psychodrama-nya Jacob Moreno, tidak menetapkan suatu jumlah  tertentu. Voice Dialogue dan Psychosynthesis mengatakan kita punya  banyak ”diri”. Carl Jung juga mengatakan hal yang sama, tidak diketahui  secara pasti ada berapa banyak ”diri” dalam diri kita. 
Namun  untuk lebih mudah memahami maka saya akan mengutip apa yang dikatakan  oleh Rowan. Menurut Rowan kita punya antara empat sampai sembilan ”diri”  atau ”bagian” yang masing-masing adalah tema besar yang menaungi  ”sub-diri”. Masing-masing ”diri” mempunyai kehidupan, fungsi,  kepribadian, dan tugas masing-masing. Mereka saling terhubung antara  satu dengan yang lain. 
Nah, itu sekilas tentang beberapa teori  yang mirip dengan Ego State. Sekarang mari kita bahas sejarah dan  perkembangan Ego State Therapy.
Orang pertama yang menulis  tentang Ego State adalah Paul Federn, rekan sejawat Freud. Menurut teori  yang dikembangkannya Federn mengatakan bahwa kepribadian seseorang  tersusun atas sekelompok bagian yang ia sebut sebagai Ego State. Ego  State yang aktif pada suatu saat tertentu menentukan kepribadian orang  itu. 
Walaupun Federn (1952) menetapkan dan menyusun teori  tentang Ego State, ia tidak mengembangkan teknik terapi menggunakan  dasar teori kepribadian ini. Federn melakukan praktik terapi  psikoanalisa sejalan dengan orientasi terapi yang populer pada jamannya.
Sementara itu, di tahun 1957, Eloardo Weiss, seorang Italia yang  sedang dalam proses menyelesaikan pendidikannya untuk menjadi seorang  psikoanalis, belajar ke Paul Federn. Federn menceritakan pandangannya  tentang kepribadian kepada Weiss. 
Selanjutnya John Waktins  mendapat pengetahuan ini pada saat belajar di bawah bimbingan Weiss  sebagai bagian dari proses pendidikannya untuk menjadi seorang  psikoanalis. Dari sinilah Ego State Therapy berkembang. 
Dalam  praktiknya sebagai psikolog utama di Welsh Convalescent Center membantu  tentara yang kembali dari perang dunia kedua Waktins menemukan bahwa  tentara yang diterapi dengan menggunakan hipnosis mengalami pertukaran  kondisi emosi tertentu. Pada saat itu Watkins belum mengerti apa yang  sebenarnya terjadi pada tentara yang ia tangani. Barulah pada saat ia  belajar ke Weiss dan mendapatkan informasi mengenai Ego State akhirnya  Watkins bisa memahami dasar teori dari apa yang ia temukan. 
Di  pertengahan tahun 1970, Hilgard dan Hilgard menemukan bagian dari diri  manusia yang mereka sebut dengan Hidden Observer atau Pengamat  Tersembunyi. Mereka menemukan adanya Hidden Observer melalui eksperimen  fenomena trance seperti negative auditory hallucination dan anesthesia. 
Dalam  eksperimen ini subjek penelitian seakan tidak bisa mendengar atau  merasakan sakit namun ternyata ada bagian dari diri subjek yang  sesungguhnya tetap mendengar dan merasakan semua ini. 
John  Waktins mengenali Hidden Observer sama dengan Ego State yang dikatakan  oleh Federn dan Weiss. Untuk memastikan hal ini, John Watkins dan  istrinya, Helen Watkins, mengulang eksperimen Hilgard dan menemukan  bukti yang memvalidasi pemikiran mereka. 
Sejak awal tahun 1970an  John dan Helen Watkins mulai mempublikasikan hasil riset mereka  mengenai Ego State di berbagai jurnal dan artikel. Dan pada tahun 1997  mereka menerbitkan buku dengan judul Ego States: Theory and Therapy. 
Beberapa  pakar yang juga menulis tentang Ego State Therapy dan dipublikasikan  dalam bentuk artikel jurnal dan buku: Maggie Phillips, Clare Frederick,  Shirley McNeal, Moshe Torem,  Waltermade Hartman, Gordon Emmerson,  Hunter, George Fraser, dan Michael Gainer. Di tahun 2003 diselenggarakan  kongres dunia pertama Ego State Therapy di Bad Orb, satu kota dekat  Frankfurt. 
Bagaimana Ego State Terbentuk?
Menurut  Watkins Ego State terbentuk karena tiga hal. Pertama melalui normal  differentiation yaitu anak belajar membedakan satu hal dengan yang  lainnya, misalnya makanan yang ia suka dan tidak suka, orang yang baik  dan tidak baik terhadap dirinya. 
Kedua adalah introjection of  significant others yaitu anak menyerap energi positif atau negatif dari  orang “penting” di sekitar anak, misalnya orangtua, guru, teman, atau  siapa saja yang dianggap penting oleh anak, dan energi ini  termanifestasi dalam diri anak dalam bentuk “Bagian Diri” yang dinamakan  Introject. Dengan kata lain introject adalah manifestasi/perwujudan  suatu figur yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan seseorang  yang diadopsi/tersimpan dan “hidup” di dalam ingatan/mental/pikiran  bawah sadar orang tersebut. Contoh introject antara lain sosok atau  figur dari ayah, ibu, suami, istri, saudara, anak, tokoh agama, guru  spiritual, dan lain-lain.
Ketiga, Part atau bagian diri yang  terbentuk akibat pengalaman traumatik. Saat anak mengalami suatu  pengalaman traumatik dan tidak ada Ego State dalam dirinya yang mampu  menangani trauma ini maka akan muncul atau tercipta Ego State baru yang  khusus berfungsi menangani trauma ini. 
Sedangkan menurut teori  perkembangan otak, Ego State terbentuk sebagai akibat dari pengalaman  atau kejadian yang dialami anak yang bersifat berkesinambungan atau  berulang. Misalnya pada masa kecil seorang anak dibesarkan dalam  lingkungan yang penuh kasih sayang dan mendukungnya maka akan muncul Ego  State yang mempunyai sifat kasih sayang. Ego State ini muncul karena  anak mengalami pengalaman secara berulang (baca: stimulasi) sehingga di  otak anak terjadi pembentukan jalur saraf yang terdiri dari koneksi axon  dan dendrite yang mewakili pengalaman ini. Demikan pula bila anak  dibesarkan dalam lingkungan yang keras maka akan muncul atau tercipta  Ego State dengan sifat yang keras. 
Klasifikasi Ego State
Surface dan Underlying Ego State
Dilihat  dari seberapa sering suatu Ego State muncul atau aktif maka kita  mengenal ada dua jenis Ego State yaitu Surface dan Underlying Ego State.  Surface Ego State adalah Ego State yang sering muncul atau digunakan  dalam menjalani hidup dan berinteraksi dengan lingkungan. Sedangkan  Underlying Ego State adalah Ego State yang jarang muncul atau digunakan.  Saat seseorang mengalami suatu pengalaman hidup dengan menggunakan Ego  State tertentu maka Ego State ini disebut sebagai Ego State yang  executive atau yang memegang kendali. Secara umum dalam keseharian  Surface Ego State yang aktif berkisar antara empat hingga lima.  
Seseorang  yang sedang mengendarai mobil menuju ke kantor atau tempat kerjanya  menggunakan satu Surface Ego State. Sedangkan saat bekerja di kantor ia  menggunakan Ego State lain. Saat ia membaca buku atau bermain bisa jadi  ia menggunakan Ego State yang lain lagi. 
Ego State saling  berkomunikasi satu dengan yang lain. Umumnya yang paling mudah diajak  berkomunikasi adalah Surface Ego State karena mereka mudah untuk berbagi  informasi. Bisa juga terjadi ada Underlying Ego State yang tidak  berkomunikasi dengan Surface Ego State. Bila demikian kondisinya kita  tidak bisa mengakses informasi yang ada pada Underlying Ego State ini  dengan menggunakan cara biasa.
Ego State dan Alter
Bila  dilihat dari jalur komunikasinya maka kita mengenal dua jenis Ego State  yaitu normal Ego State dan Alter. Normal Ego State mampu berkomunikasi  dengan baik dengan Ego State lainnya. Sedangkan Alter adalah Ego State  yang jalinan komunikasinya sangat buruk atau (hampir) terputus dengan  Ego State lainnya. Putusnya komunikasi ini mengakibatkan apabila Alter  ini sedang executive maka apa yang ia lakukan tidak diketahui oleh Ego  State lainnya. Kondisi ini dikenal dengan nama DID atau Dissociative  Identity Disorder atau dulunya lebih terkenal dengan MPD (Multiple  Personality Disorder). Alter terjadi karena anak mengalami pengalaman  yang sangat traumatik (severe and chronic abuse) sehingga mekanisme  pertahanan diri pikiran bawah sadar membuat anak “lupa” pada kejadian  itu dengan cara memutus jalur komunikasi antara Alter (Ego State yang  mengalami trauma) dan Ego State lainnya yang “sehat”. Dari beberapa  penelitian MPD (Kluft, Greaves, Bliss, Putnam, Lienhart, Schreiber,  Loewenstein) yang saya pelajari dan dalami ternyata ada minimal 16 (enam  belas) kelompok alter.  Penanganan alter menggunakan strategi yang  berbeda dengan penanganan Ego State. 
Ego State Berdasar Sifat Dan Fungsinya
Ego  State yang berfungsi normal, non-patologis, mempunyai peran yang  konstruktif demi kemajuan Ego State lain dan juga si individu. Selain  Ego State yang bekerja dan berfungsi normal, juga ada yang bersifat  patologis yang dikenal dengan Ego  State yang bersifat vaded,  retro-functioning, conflicting, dan malevolent. 
Vaded Ego State  adalah Ego State yang tidak bisa lagi menjalankan fungsi mereka yang  seharusnya karena mengalami trauma atau pengalaman yang negatif. Saat  Ego State jenis ini tampil dan aktif atau executive maka individu akan  mengalami kembali emosi negatif yang berhubungan dengan trauma. Kondisi  ini yang oleh Freud disebut dengan situational neurosis. Vaded Ego State  tidak selalu tampil dan aktif. Untuk bisa membuatnya berfungsi normal  kembali maka Ego State ini harus dibuat tampil dan aktif sehingga emosi  yang berhubungan dengan trauma yang ia alami dapat diproses tuntas. 
Retro-functioning  Ego State adalah Ego State yang menjalankan peran lama yang  bertentangan dengan Ego State lainnya atau tidak mendukung kemajuan  individu. Ego State jenis ini antara lain menampilkan simtom berupa  kemarahan yang tidak terkendali, kebiasaan berbohong yang kronis, atau  berbagai gejala psikosomatis. Untuk mengatasi hal ini bisa dilakukan  negosiasi sehingga Retro-functioning Ego State bersedia menjalankan  peran baru yang lebih positif dan konstruktif. Ego State bisa bersifat  vaded dan retro-functioning.
Conflicting Ego State mempunyai  tujuan yang positif bagi individu namun mengalami konflik kepentingan  dan tujuan dengan Ego State lainnya. Contoh seseorang mengalami  Conflicting Ego State adalah saat ia ingin melakukan sesuatu tetapi  mendapat pertentangan dari dalam dirinya. Misalnya seseorang ingin  berhenti merokok namun tidak bisa karena ada bagian dari dirinya yang  sangat suka merokok. Dalam hal ini terdapat dua Ego State yang saling  bertentangan. Konflik ini juga bisa muncul saat seseorang ingin diet  namun tidak bisa menahan keinginan makannya. 
Malevolent Ego  State adalah Ego State yang bersifat keras, ganas, dan bahkan bisa  sangat kejam, baik terhadap Ego State lain, diri individu, maupun orang  lain. Ego State jenis ini yang biasanya membuat seseorang memukul atau  menyiksa dirinya sendiri, bahkan bisa sampai mengakibat seseorang  melakukan tindakan bunuh diri.
Dalam konteks terapi Malevolent  Ego State adalah jenis Ego State yang paling sulit untuk bisa diajak  berkomunikasi, negosiasi, bekerja sama, atau ditundukkan. Ego State ini  jugalah yang selalu menghambat dan menghalangi proses terapi. Teknik  terapi konvensional yang hanya mengandalkan pemberian sugesti pada klien  tidak akan bisa berhasil selama Ego State ini belum berhasil  ditundukkan.
Ego State Menurut Gender dan Usia
Ego  State umumnya tercipta saat seseorang masih kecil atau di usia muda.  Namun dalam diri klien juga bisa ditemukan Ego State janin, bayi, anak  kecil, remaja, dewasa, atau orang tua. Ego State juga mempunyai jenis  kelamin pria dan wanita. 
Ego State ini bisa ada dalam diri baik  klien pria maupun wanita. Dengan kata lain, dalam diri seorang wanita  bisa ada Ego State berjenis kelamin baik pria maupun wanita, mulai yang  usia muda hingga yang tua. Demikian juga dalam diri seorang pria. 
Masing-masing  Ego State biasanya mempunyai nama atau panggilan yang digunakan untuk  berkomunikasi baik dengan sesama Ego State, dalam bentuk komunikasi  internal,maupun dengan pihak luar melalui komunikasi eksternal.   
Ego State dan Fisiologi
Setiap  Ego State berperan sebagai “manusia” kecil di dalam diri seseorang. Ego  State mempunyai karakter, logika berpikir, sikap, sifat, perilaku,  memori, emosi, kebutuhan, dan tujuan sendiri. 
Pada aspek fisik,  saat satu Ego State tampil dan aktif maka individu akan mengalami  perubahan fisik yang nyata. Bila Ego State mempunyai sifat percaya diri  maka saat ia tampil dan aktif individu juga akan tampil percaya diri,  berdiri tegak, berbicara dengan suara yang tegas, dan pandangan mata  penuh keyakinan. Bila Ego State mengidap suatu penyakit tertentu maka  saat ia tampil dan aktif penyakitnya akan muncul di fisik si individu. 
Michael  Gainer (1993) melaporkan bahwa seorang wanita yang mengidap penyakit  reflex sympathetic dystrophy tidak menunjukkan gejala penyakit ini saat  tiga Ego State lainnya tampil dan aktif. Dari temuan ini Grainer  selanjutnya menggunakan Ego State Therapy dan berhasil menemukan Ego  State, yang mengalami trauma, yang menyebabkan sakit pada wanita ini.  Setelah trauma berhasil diselesaikan wanita ini sembuh total dari  penyakit yang dideritanya. 
Emmerson dan Farmer (1996) melakukan  Ego State Therapy terhadap para wanita yang menderita menstrual migraine  kronis dan berhasil mengurangi rata-rata jumlah hari migraine per bulan  dari 12,2 menjai 2,5. Subjek penelitian juga menunjukkan berkurangnya  depresi dan kemarahan secara signifikan.  
Lokasi Ego State
Ego  State bisa menempati lokasi di luar tubuh atau di dalam tubuh. Di luar  tubuh bisa di depan, di atas, di bawah, atau di belakang. Sedangkan  kalau di dalam tubuh bisa di satu lokasi tertentu, misalnya di dada,  kepala, hati, tangan, punggung, perut, atau kaki, dan bisa juga  menempati seluruh tubuh secara merata. 
Apa Beda Ego State dan Introject?
Ego  State dan Introject walaupun sama-sama disebut sebagai Part atau Bagian  Diri namun berbeda menurut sumber terciptanya. Ego State berasal dari  dalam diri individu sedangkan Introject berasal dari luar. 
Introject  adalah persepsi tentang seseorang yang terinternalisasi ke dalam  pikiran bawah sadar. Dengan demikian bisa terdapat sangat banyak  Introject dalam diri seseorang. 
Dalam proses terapi, khususnya  saat menggunakan teknik Ego State Therapy, untuk bisa memproses trauma,  maka Ego State yang mengalami trauma perlu diaktifkan agar emosi yang  tersimpan dalam Ego State ini bisa diproses. 
Dalam upaya ini  seringkali melibatkan Introject yang ada dalam diri klien. Dialog dengan  Introject ini yang seringkali salah dimengerti oleh orang awam. Apalagi  bila Introject ini adalah Part yang merupakan internalisasi persepsi  terhadap orang yang telah meninggal. Mereka yang tidak mengerti mengira  yang diajak bicara adalah roh orang yang telah meninggal.  
Lebih  jelasnya begini. Saat anak masih kecil muncul Introject, atau biasa  sering disebut sebagai figur, Ayah dalam diri anak. Selama anak masih  hidup, mulai kecil hingga usia tua, Introject ini akan terus “hidup” di  dalam diri anak. 
Misalnya setelah anak beranjak dewasa, si ayah  meninggal dunia. Yang meninggal adalah si ayah yang sesungguhnya, namun  Introject Ayah dalam diri anak tetap hidup atau ada. Sehingga pada saat  proses Ego State Therapy dilakukan terhadap Introject Ayah, dalam diri  anak, akan terjadi dialog seakan-akan terapis berbicara dengan si Ayah.  Tujuan dialog ini untuk memproses emosi negatif yang masih tersisa dalam  diri anak terhadap ayahnya atau sebaliknya.
Saya pernah membantu  klien wanita, 37 tahun, yang melakukan aborsi hingga lima kali. Aborsi  pertama dilakukan saat klien berusia 25 tahun. Saat membantu klien  mengatasi berbagai emosi negatif yang berhubungan dengan aborsi yang ia  lakukan, salah satu teknik yang saya gunakan adalah memproses emosi yang  berhubungan Introject Janin yang ia gugurkan. Saat itu muncul lima  Introject Janin yang digugurkan. Dan yang luar biasa lagi Introject dari  janin yang pertama digugurkan, yang dipanggil dengan nama Michael,  telah tumbuh dan besar, di dalam pikiran klien tentunya, hingga usia 11  tahun. Bila anda perhatikan usia klien saat melakukan aborsi, masa  kehamilan sekitar 9 – 10 bulan, dan saat ia bertemu saya untuk terapi  maka usia Introject Michael adalah benar 11 tahun. 
Kasus menarik  lainnya yang pernah ditangani murid saya adalah kasus wanita yang  “kerasukan”. Wanita ini, katanya, “dirasuki” oleh “makhluk” halus dan  tubuhnya menjadi kaku dan lumpuh.
Oleh murid saya, “makhluk” ini  diajak bicara dan ditanya apa maunya. “Makhluk” ini minta diberi nama.  Ternyata “makhluk” ini sebenarnya adalah Introject dari janin wanita ini  yang keguguran. Setelah “makhluk” ini diberi nama, wanita ini langsung  sembuh, bisa bangkit berdiri dan jalan normal. 
Fenomena ini sama  sekali tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang bersifat metafisis.  Yang terjadi adalah Introject janin (baca: anak) wanita ini muncul dan  minta nama. Tubuh wanita yang menjadi kaku dan lumpuh sebenarnya adalah  indikasi bahwa ia berada dalam kondisi trance sangat dalam yang disebut  dengan level Catatonic, dua level di bawah Profound Somnambulism.
Contoh  lain lagi, biar lebih jelas mengenai Introject, saya pernah bertukar  peran dengan seorang peserta seminar saya. Peserta ini, sebut saja  Agung, saya sugestikan menjadi diri saya. Dan langsung Agung mengaku  bernama Adi W. Gunawan. “Adi” ini lalu saya minta untuk melanjutkan  presentasi saya (Adi yang asli) dan ia melakukannya dengan sangat baik.  Yang terjadi adalah Introject Adi di dalam diri Agung tampil dan aktif  dan berperan sebagai Adi melalui diri Agung. 
Saat saya bertanya pada “Adi”, “Pak Adi, Bapak sudah menulis berapa buku?”
Pak “Adi” menjawab, “Saya sudah menulis delapan buku.”
Dari  sini saya tahu kalau data jumlah buku yang telah ditulis pada Introject  Adi belum diupdate. Saat itu saya, Adi yang asli, telah menulis 12  buku. Dan pola pikir “Adi” tentunya berbeda dengan saya, Adi yang asli.  Pola pikir “Adi” atau Introject Adi adalah pola pikir berdasarkan  persepsi Agung terhadap diri saya.   
Obat Antidepresan dan Ego State
Klien  yang mengalami depresi biasanya diberi obat antidepresan agar bisa  tenang. Pemberian obat antidepresan sampai pada taraf tertentu sangat  membantu klien untuk bisa stabil dan berinteraksi dengan lingkungannya  walaupun masalah yang dialami klien belum diatasi.
Yang  sesungguhnya terjadi adalah obat ini memblok atau menekan Ego State yang  mengalami depresi sehingga tidak bisa muncul, dari surface menjadi  underlying, dan klien merasa tidak ada masalah atau baik-baik saja,  selama obatnya terus diminum. Jika klien berhenti minum obat maka  kondisinya akan kembali menjadi tidak stabil karena Ego State yang  tadinya tertekan kini muncul kembali dan aktif.   
Saya pernah  menangani klien yang sempat depresi karena pasangannya selingkuh. Klien  selama 8 tahun minum obat dan merasa dirinya baik-baik saja. Dalam  kondisi sadar normal klien mengatakan bahwa ia telah sembuh. Buktinya,  ia sudah tidak lagi marah pada pasangannya. Bahkan saat bertemu dengan  selingkuhan pasangannya ia juga biasa-biasa saja. Saya yakin kondisi  klien yang tenang dan “sembuh” ini adalah karena pengaruh obat yang  masih ia minum. 
Selanjutnya saya melakukan pemeriksaan langsung  ke pikiran bawah sadarnya, ternyata klien masih menyimpan perasaan  terluka, marah, benci, dan dendam kepada pasangannya. Selama Ego State  yang menyimpan emosi ini tidak diproses maka klien akan selalu  bergantung obat untuk bisa tenang. 
Kondisi ideal, bila  memungkinkan, sebaiknya sebelum diberi obat klien dibantu dengan Ego  State Therapy. Dalam kondisi ini klien dan terapis dapat mengakses Ego  State yang mengalami depresi dan memproses emosinya dengan cepat dan  tuntas sehingga klien tidak perlu harus minum obat. 
Cara Mengakses Ego State
Dalam  kondisi normal kita hanya bisa mengakses Surface Ego State. Namun bila  kita ingin mengakses Underlying Ego State yang menyimpan trauma tertentu  maka dibutuhkan teknik yang spesifik dengan prasyarat khusus.
Ada  dua cara untuk mengakses Underlying Ego State. Pertama, dengan  menggunakan rileksasi pikiran dan kedua, tanpa rileksasi pikiran.  Umumnya buku atau literatur tentang Ego State Therapy mensyaratkan  rileksasi pikiran sebagai sarana untuk mengakses Underlying Ego State.  Dengan kondisi pikiran yang rileks dan penggunaan teknik yang tepat akan  dicapai hasil terapi yang sangat luar biasa dalam waktu yang relatif  singkat. 
Level kedalaman rileksasi pikiran yang umumnya  digunakan untuk bisa mengakses Underlying Ego State adalah profound  somnambulism. Bila kurang dalam atau lebih dalam dari profound  somnambulism, Ego State Therapy biasanya akan kurang efektif.
Dari  eksperimen dan pengalaman praktik saya menemukan bahwa kita bisa  mengakses Underlying Ego State tanpa harus merilekskan pikiran sama  sekali. Hasil terapi yang dicapai juga sama efektifnya. 
Masing-masing cara mengakses Underlying Ego State mempunyai kelebihan masing-masing dan digunakan dalam situasi yang berbeda.
Manfaat Ego State Therapy
Ego  State Therapy bila dipelajari dengan mendalam, cermat, dan dikuasai  dengan baik akan memberikan manfaat terapeutik yang sungguh sangat luar  biasa. Dalam praktik profesional sebagai hipnoterapis, dengan  menggunakan Ego State Therapy, saya berhasil membantu klien mengatasi  masalah, antara lain: